Jumat, 18 Desember 2015

Laporan Penelitian Fisiologi Hewan PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK LABU KUNING (Cucurbita moschata) TERHADAP KECERAHAN WARNA SISIK TUBUH IKAN CUPANG (Betta splendes)

LAPORAN PENELITIAN
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK LABU KUNING (Cucurbita moschata) TERHADAP KECERAHAN WARNA SISIK TUBUH IKAN CUPANG (Betta splendes)
Diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Fisiologi Hewan
Dosen Pengampu: Yuyun Maryuningsih, S.Si M.Pd
 







Disusun oleh:
Lu’lu Mukhoyyaroh
Nina Maulidah
Nunung Nurhidayati
Biologi B/ Semester 6

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Usaha ikan hias tidak cukup hanya bertumpu pada upaya untuk memacu produksi ikan hias, akan tetapi perlu diiringi pula dengan langkah-langkah yang efisien tentang penampilan keindahan warna, kecerahan dan corak ikan hias. Hal tersebut dapat dilakukan dengan perbaikan kualitas pakan terutama nutrisi penghasil pigmen seperti labu kuning (Cucurbita moschataD.) atau sering disebut dengan waluh sebagai sumber karotenoid.Nilai ekonomis ikan koi ditentukan oleh kualitas pigmen yang dapat dilihat dari corak warna yang ada pada tubuh ikan cupang. Ikan cupang yang memiliki corak warna yang cerah memiliki harga jual atau nilai ekonomis yang lebih tinggi (Pinandoyo, 2005). Sementara itu Lesmana (2002), menambahkan bahwa pigmen yang terdapat pada ikan dapat merupakan hasil sintesis di dalam tubuh, dan beberapa jenis pigmen lainnya harus diperoleh dari luar tubuh ikan melalui makanannya. Karoten adalah bahan utama pembentuk pigmen merah dan kuning yang tidak dapat disintesis sendiri oleh ikan tetapi
diperoleh dari asupan makanan.  
B.     Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian jumlah ekstrak labu yang berbeda takaran terhadap tingkat kecerahan warna sisik ikan cupang dan hubungan antara kedua variable tersebut.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Landasan Teori
Ciri Morfologi Ikan Cupang spesies Betta splendens, kecil (panjang sekitar 7,5 cm), ikan dalam keluarga ikan gurami (Osphronemidae) asli untuk memperlambat bergerak dan stagnan. Perairan ditumbuhi di Thailand, Viet Nam, Kamboja dan Laos. Karakteristik dari Anabantoidei subordo mana mereka berasal, Betta splendens memiliki organ pernapasan aksesori yang disebut organ labirin yang memungkinkan mereka untuk bertahan hidup di perairan dengan kadar oksigen rendah, dengan menghirup.
Di Indonesia ikan ini berasal dari sumatra, jawa, singapura dan malaysia. Ikan ini bersifat karnivora dan bersifat sangat agresif terutama untuk yang jantan. Dipasaran ada dua jenis cupang yaitu  cupang adu dan cupang hias. Cupang hias memiliki sirip yang panjang dan bersifat tenang sedangkan cupang adu memiliki sirip yang pendek dan sangat agresif. Cupang meilikiki berbagai jenis warna mulai dari biru tua, merah tua, albino, kehijauan (Radiopoetro, 1998).
Karakteristik dari Anabantoidei subordo mana mereka berasal, Betta splendens memiliki organ pernapasan aksesori yang disebut organ labirin yang memungkinkan mereka untuk bertahan hidup di perairan dengan kadar oksigen rendah, dengan menghirup udara dari permukaan (Djarubito,1993). Ciri seksualitas primer dan sekunder. Ikan cupang cukup mudah dikenali dengan pengamatan secara visual dari ciri kelamin sekundernya. Perhatikan bahwa betina memiliki sirip yang lebih kecil, terutama di bagian sirip anal dan ventral . Terlepas dari jenis Betta splendens semua spesies betina memiliki sirip lebih kecil dari laki-laki, bahkan dalam bentuk bersirip panjang (Djarubito,1993).
Luas sirip warna-warni membentuk bagian paling menarik secara visual dari tubuh Betta sp itu. Sirip mulai semakin dikembangkan sekitar minggu ke-8 dari kelahiran Betta sp. Betta sp muda setelah 8 minggu memiliki sirip biasa yang terlihat seperti mikroskopis kecil. Sekitar 2 bulan setelah kelahiran mereka , sirip anal mulai berkembang. Ekor dan sirip punggung segera menyusul (Djarubito,1993).
 Pengembangan sirip betina berhenti setelah periode tertentu . Namun studi menunjukkan bahwa sirip jantan terus berkembang di seluruh rentang hidupnya. Ada sebagian sirip yang sudah  tebal dan karenanya tidak menghambat gerak bebas ikan. Namun gerakan ini sering  membuat keausan sirip. Beberapa jenis Betta sp memiliki kemampuan untuk menurunkan sirip ekstra besar. Sirip itu kemudian tumbuh lagi dan lagi. Setiap sirip baru dikembangkan memiliki warna yang berbeda dari sebelumnya (Djarubito,1993).
Pada Betta sp memiliki membran bawah penutup pelat insangnya. Membran mencuat ketika insang tertutup dan dipandang sebagai bagian yang berbeda dari tubuh ikan. Ini terlihat seperti janggut pada manusia, maka sering dikenal sebagai “Jenggot” dari Betta sp. Untuk Betta sp yang berwarna gelap, biru atau merah , ini " janggut "nya biasanya berwarna gelap. Untuk Betta sp dengan warna kuning, putih atau lainnya itu ringan, karena " Jenggot " yang persis dengan warna tubuhnya akan terlihat cocok. Ketika Betta sp membuka insangnya, membran yang menonjol akan membuatnya terlihat lebih besar maka akan terlihat gagah bagi si jantan. Hal ini akan membantu  untuk menakut-nakuti musuh. Pada betina, fitur yang berbeda ini tidak terlihat dibandingkan dengan mereka yang jantan (Djarubito,1993).
Ikan cupang adalah salah satu jenis ikan hias. Ikan hias sangatlah dipengaruhi olehkeindahan warna, kecerahan dan corak ikan hias yang harus menarik dan indah. Warna pada ikan dapat disebabkan oleh pigmen genetik atau pengaruh makanan yang  ditambahkan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan perbaikan kualitas pakan terutama nutrisi penghasil pigmen seperti labu kuning (Cucurbita moschata D.) atau sering disebut dengan waluh sebagai sumber karotenoid. Nilai ekonomis ikan koi ditentukan oleh kualitas pigmen yang dapat dilihat dari corak warna yang ada pada tubuh ikan cupang. Ikan cupang yang memiliki corak warna yang cerah memiliki harga jual atau nilai ekonomis yang lebih tinggi (Pinandoyo, 2005). Sementara itu Lesmana (2002), menambahkan bahwa pigmen yang terdapat pada ikan dapat merupakan hasil sintesis di dalam tubuh, dan beberapa jenis pigmen lainnya harus diperoleh dari luar tubuh ikan melalui makanannya. Karoten adalah bahan utama pembentuk pigmen merah dan kuning yang tidak dapat disintesis sendiri oleh ikan tetapi diperoleh dari asupan makanan.
Labu kuning (Cucurbita muschataD.) merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki banyak kelebihan dibandingkan komoditas lain. Labu kuning merupakan jenis sayuran buah yang memiliki daya awet tinggi dan sumber vitamin A karena kaya karoten, selain zat-zat gizi lainnya seperti karbohidrat, protein, mineral dan vitamin. Kandungan karoten pada buah labu kuning sangat tinggi yaitu sebesar 180,00 SI (Lestari, 2011), karena kandungan karotennya tinggi dan kandungan gizi yang lengkap maka, labu kuning dapat dijadikan alternatif sebagai bahan tambahan dalam pembuatan pakan ikan atau pelet yang bertujuan untuk meningkatkan kecerahan warna ikan cupang.
β-Karoten adalah pigmen berwarna dominan merah-jingga yang ditemukan secara alami pada tumbuhan dan buah-buahan. Beta karoten merupakan senyawa organik, secara kimiawi diklasifikasikan sebagai hidrokarbon, dan secara spesifik diklasifikasikan sebagai terpenoid (isoprenoid), mencerminkan bahwa ia merupakan turunan unit isoprena. Beta karoten disintesis oleh tumbuhan dari geranilgeranil pirofosfat.
Beta karoten merupakan anggota karoten, yang merupakan tetraterpena turunan dari isoprena dan memiliki rantai karbon berjumlah 40. Di antara semua karoten, beta karoten dicirikan dengan keberadaan cincin beta pada kedua ujung molekulnya. Penyerapan beta karoten oleh tubuh meningkat dengan meningkatnya asupan lemak, karena karoten larut oleh lemak.
Beta karoten adalah senyawa yang memberikan warna jingga pada wortel, labu, dan ubi, dan merupakan senyawa karoten yang paling umum pada tumbuhan. Ketika diaplikasikan sebagai pewarna makanan, beta karoten memiliki bilangan E160. Di alam, beta karoten adalah bentuk awal dari Vitamin A melalui enzim beta-carotene 15,15'-monooxygenase. Isolasi beta karoten di dalam buah-buahan umumnya menggunakan metode kromatografi kolom. Pemisahan beta karoten dari campuran dengan senyawa karotenoid lainnya berdasarkan polaritasnya. Beta karoten bersifat non-polar, sehingga dapat dipisahkan dengan pelarut non-polar seperti heksana (Winarno, 1997).






BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
A.    Waktu Penelitian
Penelitian dimulai pada tanggal 07 April 2015 sampai 28 April 2015. Penelitian ini selama 3 minggu.
B.     Alat Dan Bahan
1.      Alat
a.       Baskom
b.      Botol Aqua
c.       Sendok
2.      Bahan
a.       Ikan Cupang 30 ekor
b.      Air
c.       Pelet
d.      Ekstrak labu kuning
C.    Prosedur Kerja
1.      30 ekor ikan cupang dan bahan serta alat-alat disediakan.
2.      Labu kuning ditumbuk sampai halus lalu disaring airnya sebagai ekstrak
3.      tiap botol aqua diisi 1 ekor ikan cupang.
4.      Setiap 5 botol ikan diberi perlakuan sebagai berikut:
a.       5 botol I sebagai control (tidak diberi ekstrak labu hanya pellet saja)
b.      5 botol II diberi makan pellet dan ektrak labu (2:1)
c.       5 botol II diberi makan pellet dan ektrak labu (2:2)
d.      5 botol II diberi makan pellet dan ektrak labu (2:3)
5.      Setiap 1 minggu, sisik ikan diamati warna dan kecerahannya
6.      Penelitian dilakukan selama 3 minggu.
Keterangan:  Variabel Kontrol : kecerahan warna sisik tubuh ikan cupang
    Variabel Manipulasi: Pemberian ekstrak labu kuning yang berbeda
    Variabel Bebas: air dan pelet

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.    Hasil Pengamatan
1.      Tabel Pengamatan Kecerahan Warna Sisik Ikan Cupang Dengan Skala RGB
Perlakuan
Sampel
Minggu ke-0 (Awal sebelum diberi perlakuan)
Warna sisik tubuh
Tingkat Kecerahan (Skala RGB)
Kontrol
1.
Biru tua kemerahan
28
2.
Biru tua kehitaman
20
Perlakuan I
1.
Merah
26
2.
Merah tua
21
Perlakuan II
1.
Merah
26
2.
Merah kehitaman
18
Perlakuan III
1.
Merah kecoklatan
22
2.
Merah
26
Perlakuan
Sampel
Minggu ke-1
Warna sisik tubuh
Tingkat Kecerahan (Skala RGB)
Kontrol
1.
Biru tua kemerahan
28
2.
Biru tua kehitaman
20
Perlakuan I
1.
Merah kecoklatan jingga
30
2.
Merah tua cerah
23
Perlakuan II
1.
Merah kejinggaan
28
2.
Merah tua cerah
21
Perlakuan III
1.
Merah kecoklatan jingga
30
2.
Merah kekuningan tua
35
Perlakuan
Sampel
Minggu ke-2
Warna sisik tubuh
Tingkat Kecerahan (skala RGB)
Kontrol
1.
Biru pudar pucat
25
2.
Biru tua kehitaman
20
Perlakuan I
1.
Merah tua kekuningan
32
2.
Merah kejinggaan
29
Perlakuan II
1.
Jingga kemerahan
33
2.
Merah kejinggaan
29
Perlakuan III
1.
Merah kecolatan jingga cerah
36
2.
Merah kekuningan cerah
50
Perlakuan
Sampel
Minggu ke-3
Warna sisik tubuh
Tingkat Kecerahan
(Skala RGB)
Kontrol
1.
Biru pudar pucat
23
2.
Biru tua kehitaman
20
Perlakuan I
1.
Merah tua kekuningan
35
2.
Merah kejinggaan
34
Perlakuan II
1.
Jingga kemerahan cerah
43
2.
Merah kejinggaan cerah
36
Perlakuan III
1.
Merah kekuningan
45
2.
Jingga kekuningan cerah
65
Indikator Tingkat Kecerahan Warna Skala Warna RGB
 


61-90
 
61-90
 
 

 
31-60
 
31-60
 
 


1-30
 
1-30
 
 





Keterangan: Pengukuran dilakukan dengan menggunakan skala warna RGB yang skalanya dihitung dilihat dari aplikasi Photoshop.
2.      Tabel Korelasi Jumlah Ekstrak Labu dan Tingkat Kecerahan Warna Sisik Ikan Cupang pada Minggu ke-3
Correlations


Jumlah Ekstrak Labu
Tingkat kecerahan
Jumlah Ekstrak Labu
Pearson Correlation
1
.978*
Sig. (2-tailed)

.022
N
4
4
Tingkat kecerahan
Pearson Correlation
.978*
1
Sig. (2-tailed)
.022

N
4
4
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).









Tabel Korelasi jumlah ekstrak labu dan tingkat kecerahan
 
 
  


B.     Analisis Data dan Pembahasan
Warna pada ikan dapat disebabkan oleh pigmen genetik atau pengaruh makanan yang ditambahkan. Warna pada ikan cupang sering menjadi pertimbangan lebih dahulu sebelum mempertimbangkan faktor-faktor lainnya. Tingkat kecerahan warna dianalisis dengan menggunakan skala RGB, dimana angka skalanya sudah ditentukan.
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengamatan, menunjukkan untuk perlakuan yang kontrol (tanpa diberi ekstrak labu kuning), warna sisik ikan cupang adalah biru tua kemerahan dan biru kehitaman dengan nilai tingkat kecerahan berkisar 28 dan 20 pada kondisi awal sebelum perlakuan. Kemudian pada minggu pertama setelah perlakuan, ternyata tidak terjadi kenaikan nilai kecerahan tetap 28 dan 20 dengan warna biru tua kemerahan dan biru tua kehitaman. Pada minggu kedua dan ketiga ternyata hasilnya hamper sama dari segi warna sisiknya yaitu biru pudar pucat dan biru kehitaman. Nilai tingkat kecerahannya dari minggu kedua ke minggu ketiga mengalami penurunan dan tetap yaitu 28 ke 25 dan 20. Terjadi penurunan tingkat kecerahan dan pemudaran pigmen warna dikarenakan ikan cupang ini tidak mampu beradaptasi dengan lingkunganya sehingga mendekati kematian.
Sedangkan pada ikan cupang yang diberi perlakuan, hasil tingkat kecerahannya lebih naik daripada yang kontrol. Hasil pengukuran pada ikan cupang yang diberi perlakuan I (pellet + ekstrak labu kuning 2:1) yaitu warna sisik ikan cupang adalah merah dan merah tua dengan nilai tingkat kecerahan berkisar 26 dan 21 pada kondisi awal sebelum perlakuan. Kemudian pada minggu pertama setelah perlakuan, ternyata terjadi peningkatan nilai kecerahan menjadi 30 dan 23 dengan warna sisik merah kecoklatan jingga dan merah tua cerah. Pada minggu kedua dan ketiga ternyata hasilnya hamper sama dari segi warna sisiknya yaitu merah tua kekuningan cerah dan merah kejinggan cerah. Nilai tingkat kecerahannya dari minggu kedua ke minggu ketiga mengalami kenaikan yaitu 32 ke 34 dan 29 ke 30.
Berikutnya, pada pengamatan ikan cupang perlakuan II (pellet + ekstrak labu kuning 2:2). Hasil pengamatan yang diperoleh yaitu pada minggu ke nol artinya belum diberi perlakuan, warna sisik ikan cupang yaitu merah dan merah kehitaman dengan tingkat kecerahan warna bernilai 26 dan 18. Kemudian pada minggu pertama setelah perlakuan, ternyata terjadi peningkatan nilai kecerahan menjadi 28 dan 21 dengan warna sisik merah kejinggaan dan merah tua cerah. Pada minggu kedua dan ketiga ternyata hasilnya hamper sama dari segi warna sisiknya yaitu jingga kemerahan cerah dan merah kejinggan cerah. Nilai tingkat kecerahannya dari minggu kedua ke minggu ketiga mengalami kenaikan yaitu 33 ke 43 dan 29 ke 36.
Sementara itu, untuk hasil pengamatan pada perlakuan III (pellet + ekstrak labu 2:3) yaitu jauh lebih cerah dan warna sisiknya lebih kekuningan atau ada sentuhan kuning atau jingga lebih banyak. Hasil pada minggu ke-0 (sebelum diberi perlakuan), warna sisik tubuh ikan cupang yaitu merah kecoklatan dan merah dengan nilai tingkat kecerahannya yaitu 22 dan 26. Setelah satu minggu perlakuan (minggu ke-1), diperoleh hasil yaitu nilai tingkat kecerahan warna sisiknya meningkat menjadi 30 dan 40. Warna sisik tubuh pada minggu pertama yaitu merah kecoklatan jingga dan merah kekuningan. Pada minggu kedua warna sisiknya yaitu merah kecoklatan jingga cerah dan merah kekuningan cerah. Sedangkan pada minggu ketiga warna sisiknya berubah menjadi merah kekuningan dan jingga kekuningan cerah. Dengan demikian, Nilai tingkat kecerahannya dari minggu kedua ke minggu ketiga mengalami kenaikan yaitu 36 ke 45 dan 50 ke 65.
Apabila melihat hasil pengamatan dari semua perlakuan, ternyata terjadi kenaikan tingkat kecerahan warna dari tiap minggunya. Kenaikan tingkat kecerahan warna yang paling tinggi yaitu pada perlakuan III. Sedangkan tingkat kecerahan warna yang paling sedikit yaitu pada perlakuan kontrol.
Masing-masing percobaan atau perlakuan secara intensitas warna mengalami kenaikan kecerahan warna pada sisik tubuhnya kecuali perlakuan kontrol. Peningkatan kecerahan warna ini sangat dimungkinkan sebagai akibat akumulasi betakarotein pada kulit ikan. Seperti dikatakan Winarno (1997), bahwa konsumsi betakaroten dalam dosis tinggi menyebabkan kenampakan kulit menjadi terang sebagai akibat penyimpanan karoten dalam sel epitel.
Penambahan karotenoid memberikan pengaruh nyata terhadap tingkat perubahan pigmen merah dan kuning pada ikan cupang. Warna kuning, merah dan biru kemerahan disebabkan oleh adanya sel pigmen atau kromatophor yang disebut xanthophora, dengan semakin besar kandungan karotenoid dalam tubuh ikan, semakin kontras pula pigmen ikan. Hal ini menunjukkan bahwa pigmen yang terkandung dalam tubuh ikan sangat dipengaruhi oleh karotenoid khususnya betakaroten pada tepung labu kuning.
Oleh karena itu, pada sisik ikan cupang yang awalnya tidak memiliki warna kuning, jingga dan merah ketika diberi ekstrak labu terjadi perubahan warna. Warna sisik ikan menjadi kekuningan, kemerahan atau kejinggaan karena adanya penambahan betakaroten dari ekstrak labu kuning. Pemberian ekstrak labu kuning yang banyak maka warna kekuningan, kejinggaan atau kemerahan akan terlihat lebih cerah. Sehingga, jelaslah perlakuan III lebih cerah hasil tingkat kecerahan warna sisik ikan cupangnya dibandingkan perlakuan lainnya. Begitu pula pada perlakuan control yang tidak diberi ekstrak labu, hasilnya tidak mengalami perubahan kecerahan warna dan warna sisik ikan cupangnya.
Hasil pengukuran tingkat kecerahan warna pada minggu ke-3 dengan skala RGB ini akan digunakan juga untuk mengetahui hubungannya dengan kecerahan warna. Aplikasi yang digunakan untuk mengetahui korelasi antara jumlah ekstrak labu dengan tingkat kecerahan ikan adalah SPSS. Dari hasil perhitungannya diperoleh angka korelasi pearson atau r producy moment sebesar 0,978. Apabila dibandingkan dengan nilai table r pearson (0,950) pada tingkat kesalahan 5 %. Digunakan tingkat kesalahan 5 % karena dalam penelitian ini masih banyak kekurangan dari segi pengukuran tingkat kecerahan warna, pemberian jumlah ekstrak labu yang mungkin tidak sesuai takaran perlakuan, ikan yang mati sebelum 3 minggu, dan lainnya.
Dengan demikian, apabila r pearson lebih besar dari r table, maka terima H1 atau tolak H0 artinya terdapat korelasi antara pemberian jumlah ekstrak labu kuning yang berbeda terhadap tingkat kecerahan warna sisik ikan cupang dengan signifikansi 95% pada taraf kesalahan 5 %. Maka, hubungan yang terjadi adalah berbanding lurus antara jumlah ekstrak labu kuning dengan tingkat kecerahan warna sisik ikan cupang.



BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan dan hasil pengamatan di atas, dapat disimpulkan:
1.      Pemberian pakan dengan variasi ekstrak labu kuning (Cucurbita moschata) dapat meningkatkan kecerahan warna sisik tubuh ikan cupang (Betta splendes).
2.      Pemberian pakan dengan variasi pellet dan ekstrak labu kuning (Cucurbita moschata) dengan perbandingan 2:3 dapat meningkatkan kecerahan warna sisik tubuh ikan cupang (Betta splendes) secara cepat.
3.      Intensitas  warna sisik tubuh ikan cupang (Betta splendes) tertinggi terjadi pada minggu ke-3 penelitian pada perlakuan III.
4.      Jumlah ekstrak labu kuning yang diberikan berbanding lurus dengan tingkat kecerahan warna yang dihasilkan pada warna ikan cupang.
5.      Ada hubungan antara pengaruh pemberian jumlah ekstrak labu kuning yang berbeda terhadap tingkat kecerahan warna sisik ikan cupang.



DAFTAR PUSTAKA
Djarubito, MB. 1993. Zoologi Dasar. Jakarta : Erlangga


Lesmana, D.S., 2002. Agar Ikan Hias Cemerlang. Penebar Swadaya. Jakarta


Lestari, A. R. 2011. Efektifitas Gliserol Monostearat (GMS) Terhadap Mutu Donat Labu Kuning.Skripsi S1.Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, Surabaya


Pinandoyo. 2005. Pengaruh Berbagai Kadar Carophyll Pink dan Tepung Wortel dalam Pakan
Buatan terhadap Kecerahan Warna Ikan Oscar (Astronotus ocellatus Cuvier). Jakarta: Jurnal Penelitian Vol. 1-12


Radiopoetro.1998. Zoologi. Jakarta: Erlangga


Winarno, F.G., 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka Utama