LAPORAN PENELITIAN
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK LABU KUNING (Cucurbita moschata)
TERHADAP KECERAHAN WARNA SISIK TUBUH IKAN CUPANG (Betta splendes)
Diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Fisiologi
Hewan
Dosen Pengampu: Yuyun Maryuningsih, S.Si M.Pd
Disusun oleh:
Lu’lu Mukhoyyaroh
Nina Maulidah
Nunung Nurhidayati
Biologi B/ Semester 6
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Usaha ikan hias tidak cukup hanya bertumpu pada upaya untuk memacu
produksi ikan hias, akan tetapi perlu diiringi pula dengan langkah-langkah yang
efisien tentang penampilan keindahan warna, kecerahan dan corak ikan hias. Hal
tersebut dapat dilakukan dengan perbaikan kualitas pakan terutama nutrisi
penghasil pigmen seperti labu kuning (Cucurbita moschataD.) atau sering
disebut dengan waluh sebagai sumber karotenoid.Nilai ekonomis ikan koi
ditentukan oleh kualitas pigmen yang dapat dilihat dari corak warna yang ada
pada tubuh ikan cupang. Ikan cupang yang memiliki corak warna yang cerah
memiliki harga jual atau nilai ekonomis yang lebih tinggi (Pinandoyo, 2005).
Sementara itu Lesmana (2002), menambahkan bahwa pigmen yang terdapat pada ikan
dapat merupakan hasil sintesis di dalam tubuh, dan beberapa jenis pigmen
lainnya harus diperoleh dari luar tubuh ikan melalui makanannya. Karoten adalah
bahan utama pembentuk pigmen merah dan kuning yang tidak dapat disintesis
sendiri oleh ikan tetapi
diperoleh dari asupan makanan.
B.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian jumlah
ekstrak labu yang berbeda takaran terhadap tingkat kecerahan warna sisik ikan
cupang dan hubungan antara kedua variable tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Landasan Teori
Ciri
Morfologi Ikan Cupang spesies Betta splendens, kecil (panjang sekitar
7,5 cm), ikan dalam keluarga ikan gurami (Osphronemidae) asli untuk
memperlambat bergerak dan stagnan. Perairan ditumbuhi di Thailand, Viet Nam,
Kamboja dan Laos. Karakteristik dari Anabantoidei subordo mana mereka berasal, Betta
splendens memiliki organ pernapasan aksesori yang disebut organ labirin
yang memungkinkan mereka untuk bertahan hidup di perairan dengan kadar oksigen
rendah, dengan menghirup.
Di Indonesia ikan ini berasal dari sumatra, jawa, singapura
dan malaysia. Ikan ini bersifat karnivora dan bersifat sangat agresif terutama
untuk yang jantan. Dipasaran ada dua jenis cupang yaitu cupang adu dan
cupang hias. Cupang hias memiliki sirip yang panjang dan bersifat tenang
sedangkan cupang adu memiliki sirip yang pendek dan sangat agresif. Cupang
meilikiki berbagai jenis warna mulai dari biru tua, merah tua, albino,
kehijauan (Radiopoetro,
1998).
Karakteristik
dari Anabantoidei subordo mana mereka berasal, Betta splendens memiliki
organ pernapasan aksesori yang disebut organ labirin yang memungkinkan mereka
untuk bertahan hidup di perairan dengan kadar oksigen rendah, dengan menghirup
udara dari permukaan (Djarubito,1993). Ciri
seksualitas primer dan sekunder. Ikan cupang cukup mudah
dikenali dengan pengamatan secara visual dari ciri kelamin sekundernya. Perhatikan
bahwa betina memiliki sirip yang lebih kecil, terutama di bagian sirip anal dan
ventral . Terlepas dari jenis Betta splendens semua spesies betina
memiliki sirip lebih kecil dari laki-laki, bahkan dalam bentuk bersirip panjang
(Djarubito,1993).
Luas
sirip warna-warni membentuk bagian paling menarik secara visual dari tubuh Betta
sp itu. Sirip mulai semakin dikembangkan sekitar minggu ke-8 dari kelahiran
Betta sp. Betta sp muda setelah 8 minggu memiliki sirip biasa
yang terlihat seperti mikroskopis kecil. Sekitar 2 bulan setelah kelahiran
mereka , sirip anal mulai berkembang. Ekor dan sirip punggung segera menyusul
(Djarubito,1993).
Pengembangan
sirip betina berhenti setelah periode tertentu . Namun studi menunjukkan bahwa
sirip jantan terus berkembang di seluruh rentang hidupnya. Ada sebagian sirip
yang sudah tebal dan karenanya tidak menghambat gerak bebas ikan. Namun
gerakan ini sering membuat keausan sirip. Beberapa jenis Betta sp
memiliki kemampuan untuk menurunkan sirip ekstra besar. Sirip itu kemudian
tumbuh lagi dan lagi. Setiap sirip baru dikembangkan memiliki warna yang
berbeda dari sebelumnya (Djarubito,1993).
Pada
Betta sp memiliki membran bawah penutup pelat insangnya. Membran mencuat
ketika insang tertutup dan dipandang sebagai bagian yang berbeda dari tubuh
ikan. Ini terlihat seperti janggut pada manusia, maka sering dikenal sebagai
“Jenggot” dari Betta sp. Untuk Betta sp yang berwarna gelap, biru
atau merah , ini " janggut "nya biasanya berwarna gelap. Untuk Betta
sp dengan warna kuning, putih atau lainnya itu ringan, karena "
Jenggot " yang persis dengan warna tubuhnya akan terlihat cocok. Ketika Betta
sp membuka insangnya, membran yang menonjol akan membuatnya terlihat lebih
besar maka akan terlihat gagah bagi si jantan. Hal ini akan membantu
untuk menakut-nakuti musuh. Pada betina, fitur yang berbeda ini tidak terlihat
dibandingkan dengan mereka yang jantan (Djarubito,1993).
Ikan cupang adalah salah satu jenis
ikan hias. Ikan hias sangatlah dipengaruhi olehkeindahan warna, kecerahan dan
corak ikan hias yang harus menarik dan indah. Warna pada ikan dapat disebabkan
oleh pigmen genetik atau pengaruh makanan yang ditambahkan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
perbaikan kualitas pakan terutama nutrisi penghasil pigmen seperti labu kuning
(Cucurbita moschata D.) atau sering disebut dengan waluh sebagai sumber
karotenoid. Nilai ekonomis ikan koi ditentukan oleh kualitas pigmen yang dapat
dilihat dari corak warna yang ada pada tubuh ikan cupang. Ikan cupang yang
memiliki corak warna yang cerah memiliki harga jual atau nilai ekonomis yang
lebih tinggi (Pinandoyo, 2005). Sementara itu Lesmana (2002), menambahkan bahwa
pigmen yang terdapat pada ikan dapat merupakan hasil sintesis di dalam tubuh,
dan beberapa jenis pigmen lainnya harus diperoleh dari luar tubuh ikan melalui
makanannya. Karoten adalah bahan utama pembentuk pigmen merah dan kuning yang
tidak dapat disintesis sendiri oleh ikan tetapi diperoleh dari asupan makanan.
Labu kuning (Cucurbita muschataD.)
merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki banyak kelebihan
dibandingkan komoditas lain. Labu kuning merupakan jenis sayuran buah yang
memiliki daya awet tinggi dan sumber vitamin A karena kaya karoten, selain
zat-zat gizi lainnya seperti karbohidrat, protein, mineral dan vitamin.
Kandungan karoten pada buah labu kuning sangat tinggi yaitu sebesar 180,00 SI
(Lestari, 2011), karena kandungan karotennya tinggi dan kandungan gizi yang
lengkap maka, labu kuning dapat dijadikan alternatif sebagai bahan tambahan
dalam pembuatan pakan ikan atau pelet yang bertujuan untuk meningkatkan
kecerahan warna ikan cupang.
β-Karoten adalah pigmen berwarna dominan merah-jingga yang ditemukan secara alami pada
tumbuhan dan buah-buahan. Beta karoten merupakan senyawa organik, secara
kimiawi diklasifikasikan sebagai hidrokarbon, dan secara
spesifik diklasifikasikan sebagai terpenoid (isoprenoid),
mencerminkan bahwa ia merupakan turunan unit isoprena. Beta karoten
disintesis oleh tumbuhan dari geranilgeranil pirofosfat.
Beta karoten merupakan anggota karoten, yang
merupakan tetraterpena turunan dari isoprena dan memiliki rantai karbon berjumlah 40. Di
antara semua karoten, beta karoten dicirikan dengan keberadaan cincin beta pada
kedua ujung molekulnya. Penyerapan beta karoten oleh tubuh meningkat dengan
meningkatnya asupan lemak, karena karoten larut oleh lemak.
Beta karoten adalah senyawa yang
memberikan warna jingga pada wortel, labu, dan ubi, dan merupakan senyawa karoten yang paling umum pada tumbuhan.
Ketika diaplikasikan sebagai pewarna makanan, beta karoten memiliki bilangan E160. Di alam, beta karoten adalah bentuk awal dari Vitamin A melalui enzim beta-carotene 15,15'-monooxygenase. Isolasi beta karoten di dalam buah-buahan umumnya menggunakan
metode kromatografi kolom. Pemisahan beta karoten dari campuran dengan senyawa karotenoid
lainnya berdasarkan polaritasnya. Beta karoten bersifat non-polar, sehingga
dapat dipisahkan dengan pelarut non-polar seperti heksana (Winarno,
1997).
BAB
II
METODOLOGI
PENELITIAN
A.
Waktu Penelitian
Penelitian dimulai pada tanggal 07 April 2015 sampai 28 April 2015.
Penelitian ini selama 3 minggu.
B.
Alat Dan Bahan
1. Alat
a. Baskom
b. Botol Aqua
c. Sendok
2. Bahan
a. Ikan Cupang 30 ekor
b. Air
c. Pelet
d. Ekstrak labu kuning
C.
Prosedur Kerja
1.
30
ekor ikan cupang dan bahan serta alat-alat disediakan.
2.
Labu
kuning ditumbuk sampai halus lalu disaring airnya sebagai ekstrak
3.
tiap
botol aqua diisi 1 ekor ikan cupang.
4.
Setiap
5 botol ikan diberi perlakuan sebagai berikut:
a.
5
botol I sebagai control (tidak diberi ekstrak labu hanya pellet saja)
b.
5
botol II diberi makan pellet dan ektrak labu (2:1)
c.
5
botol II diberi makan pellet dan ektrak labu (2:2)
d.
5
botol II diberi makan pellet dan ektrak labu (2:3)
5.
Setiap
1 minggu, sisik ikan diamati warna dan kecerahannya
6.
Penelitian
dilakukan selama 3 minggu.
Keterangan: Variabel Kontrol : kecerahan warna sisik
tubuh ikan cupang
Variabel Manipulasi:
Pemberian ekstrak labu kuning yang berbeda
Variabel Bebas: air dan
pelet
BAB
III
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil Pengamatan
1.
Tabel Pengamatan Kecerahan Warna Sisik Ikan Cupang Dengan Skala RGB
Perlakuan
|
Sampel
|
Minggu ke-0 (Awal sebelum
diberi perlakuan)
|
|
Warna sisik tubuh
|
Tingkat Kecerahan (Skala RGB)
|
||
Kontrol
|
1.
|
Biru tua kemerahan
|
28
|
2.
|
Biru tua kehitaman
|
20
|
|
Perlakuan I
|
1.
|
Merah
|
26
|
2.
|
Merah tua
|
21
|
|
Perlakuan II
|
1.
|
Merah
|
26
|
2.
|
Merah kehitaman
|
18
|
|
Perlakuan III
|
1.
|
Merah kecoklatan
|
22
|
2.
|
Merah
|
26
|
|
Perlakuan
|
Sampel
|
Minggu ke-1
|
|
Warna sisik tubuh
|
Tingkat Kecerahan (Skala RGB)
|
||
Kontrol
|
1.
|
Biru tua kemerahan
|
28
|
2.
|
Biru tua kehitaman
|
20
|
|
Perlakuan I
|
1.
|
Merah kecoklatan jingga
|
30
|
2.
|
Merah tua cerah
|
23
|
|
Perlakuan II
|
1.
|
Merah kejinggaan
|
28
|
2.
|
Merah tua cerah
|
21
|
|
Perlakuan III
|
1.
|
Merah kecoklatan jingga
|
30
|
2.
|
Merah kekuningan tua
|
35
|
|
Perlakuan
|
Sampel
|
Minggu ke-2
|
|
Warna sisik tubuh
|
Tingkat Kecerahan (skala RGB)
|
||
Kontrol
|
1.
|
Biru pudar pucat
|
25
|
2.
|
Biru tua kehitaman
|
20
|
|
Perlakuan I
|
1.
|
Merah tua kekuningan
|
32
|
2.
|
Merah kejinggaan
|
29
|
|
Perlakuan II
|
1.
|
Jingga kemerahan
|
33
|
2.
|
Merah kejinggaan
|
29
|
|
Perlakuan III
|
1.
|
Merah kecolatan jingga cerah
|
36
|
2.
|
Merah kekuningan cerah
|
50
|
|
Perlakuan
|
Sampel
|
Minggu ke-3
|
|
Warna sisik tubuh
|
Tingkat Kecerahan
(Skala RGB)
|
||
Kontrol
|
1.
|
Biru pudar pucat
|
23
|
2.
|
Biru tua kehitaman
|
20
|
|
Perlakuan I
|
1.
|
Merah tua kekuningan
|
35
|
2.
|
Merah kejinggaan
|
34
|
|
Perlakuan II
|
1.
|
Jingga kemerahan cerah
|
43
|
2.
|
Merah kejinggaan cerah
|
36
|
|
Perlakuan III
|
1.
|
Merah kekuningan
|
45
|
2.
|
Jingga kekuningan cerah
|
65
|
Indikator Tingkat Kecerahan Warna Skala Warna RGB
|
|
|
|
|
|
Keterangan:
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan skala warna RGB yang skalanya dihitung
dilihat dari aplikasi Photoshop.
2.
Tabel Korelasi Jumlah Ekstrak Labu dan Tingkat Kecerahan Warna
Sisik Ikan Cupang pada Minggu ke-3
Correlations
|
|||
|
|
Jumlah
Ekstrak Labu
|
Tingkat
kecerahan
|
Jumlah Ekstrak Labu
|
Pearson Correlation
|
1
|
.978*
|
Sig. (2-tailed)
|
|
.022
|
|
N
|
4
|
4
|
|
Tingkat kecerahan
|
Pearson Correlation
|
.978*
|
1
|
Sig. (2-tailed)
|
.022
|
|
|
N
|
4
|
4
|
|
*. Correlation is significant
at the 0.05 level (2-tailed).
|
|
|
B.
Analisis Data dan Pembahasan
Warna pada ikan
dapat disebabkan oleh pigmen genetik atau pengaruh makanan yang ditambahkan. Warna
pada ikan cupang sering menjadi pertimbangan lebih dahulu sebelum mempertimbangkan
faktor-faktor lainnya. Tingkat kecerahan warna dianalisis dengan menggunakan
skala RGB, dimana angka skalanya sudah ditentukan.
Berdasarkan
data yang diperoleh dari hasil pengamatan, menunjukkan untuk perlakuan yang
kontrol (tanpa diberi ekstrak labu kuning), warna sisik ikan cupang adalah biru
tua kemerahan dan biru kehitaman dengan nilai tingkat kecerahan berkisar 28 dan
20 pada kondisi awal sebelum perlakuan. Kemudian pada minggu pertama setelah
perlakuan, ternyata tidak terjadi kenaikan nilai kecerahan tetap 28 dan 20
dengan warna biru tua kemerahan dan biru tua kehitaman. Pada minggu kedua dan
ketiga ternyata hasilnya hamper sama dari segi warna sisiknya yaitu biru pudar
pucat dan biru kehitaman. Nilai tingkat kecerahannya dari minggu kedua ke
minggu ketiga mengalami penurunan dan tetap yaitu 28 ke 25 dan 20. Terjadi
penurunan tingkat kecerahan dan pemudaran pigmen warna dikarenakan ikan cupang
ini tidak mampu beradaptasi dengan lingkunganya sehingga mendekati kematian.
Sedangkan pada
ikan cupang yang diberi perlakuan, hasil tingkat kecerahannya lebih naik
daripada yang kontrol. Hasil pengukuran pada ikan cupang yang diberi perlakuan
I (pellet + ekstrak labu kuning 2:1) yaitu warna sisik ikan cupang adalah merah
dan merah tua dengan nilai tingkat kecerahan berkisar 26 dan 21 pada kondisi
awal sebelum perlakuan. Kemudian pada minggu pertama setelah perlakuan,
ternyata terjadi peningkatan nilai kecerahan menjadi 30 dan 23 dengan warna
sisik merah kecoklatan jingga dan merah tua cerah. Pada minggu kedua dan ketiga
ternyata hasilnya hamper sama dari segi warna sisiknya yaitu merah tua
kekuningan cerah dan merah kejinggan cerah. Nilai tingkat kecerahannya dari
minggu kedua ke minggu ketiga mengalami kenaikan yaitu 32 ke 34 dan 29 ke 30.
Berikutnya,
pada pengamatan ikan cupang perlakuan II (pellet + ekstrak labu kuning 2:2).
Hasil pengamatan yang diperoleh yaitu pada minggu ke nol artinya belum diberi
perlakuan, warna sisik ikan cupang yaitu merah dan merah kehitaman dengan
tingkat kecerahan warna bernilai 26 dan 18. Kemudian pada minggu pertama
setelah perlakuan, ternyata terjadi peningkatan nilai kecerahan menjadi 28 dan
21 dengan warna sisik merah kejinggaan dan merah tua cerah. Pada minggu kedua
dan ketiga ternyata hasilnya hamper sama dari segi warna sisiknya yaitu jingga
kemerahan cerah dan merah kejinggan cerah. Nilai tingkat kecerahannya dari
minggu kedua ke minggu ketiga mengalami kenaikan yaitu 33 ke 43 dan 29 ke 36.
Sementara itu,
untuk hasil pengamatan pada perlakuan III (pellet + ekstrak labu 2:3) yaitu
jauh lebih cerah dan warna sisiknya lebih kekuningan atau ada sentuhan kuning
atau jingga lebih banyak. Hasil pada minggu ke-0 (sebelum diberi perlakuan),
warna sisik tubuh ikan cupang yaitu merah kecoklatan dan merah dengan nilai
tingkat kecerahannya yaitu 22 dan 26. Setelah satu minggu perlakuan (minggu
ke-1), diperoleh hasil yaitu nilai tingkat kecerahan warna sisiknya meningkat
menjadi 30 dan 40. Warna sisik tubuh pada minggu pertama yaitu merah kecoklatan
jingga dan merah kekuningan. Pada minggu kedua warna sisiknya yaitu merah
kecoklatan jingga cerah dan merah kekuningan cerah. Sedangkan pada minggu
ketiga warna sisiknya berubah menjadi merah kekuningan dan jingga kekuningan
cerah. Dengan demikian, Nilai tingkat kecerahannya dari minggu kedua ke minggu
ketiga mengalami kenaikan yaitu 36 ke 45 dan 50 ke 65.
Apabila melihat
hasil pengamatan dari semua perlakuan, ternyata terjadi kenaikan tingkat
kecerahan warna dari tiap minggunya. Kenaikan tingkat kecerahan warna yang
paling tinggi yaitu pada perlakuan III. Sedangkan tingkat kecerahan warna yang
paling sedikit yaitu pada perlakuan kontrol.
Masing-masing
percobaan atau perlakuan secara intensitas warna mengalami kenaikan kecerahan warna
pada sisik tubuhnya kecuali perlakuan kontrol. Peningkatan kecerahan warna ini
sangat dimungkinkan sebagai akibat akumulasi betakarotein pada kulit ikan.
Seperti dikatakan Winarno (1997), bahwa konsumsi betakaroten dalam dosis tinggi
menyebabkan kenampakan kulit menjadi terang sebagai akibat penyimpanan karoten
dalam sel epitel.
Penambahan
karotenoid memberikan pengaruh nyata terhadap tingkat perubahan pigmen merah
dan kuning pada ikan cupang. Warna kuning, merah dan biru kemerahan disebabkan
oleh adanya sel pigmen atau kromatophor yang disebut xanthophora, dengan
semakin besar kandungan karotenoid dalam tubuh ikan, semakin kontras pula
pigmen ikan. Hal ini menunjukkan bahwa pigmen yang terkandung dalam tubuh ikan
sangat dipengaruhi oleh karotenoid khususnya betakaroten pada tepung labu
kuning.
Oleh karena
itu, pada sisik ikan cupang yang awalnya tidak memiliki warna kuning, jingga
dan merah ketika diberi ekstrak labu terjadi perubahan warna. Warna sisik ikan
menjadi kekuningan, kemerahan atau kejinggaan karena adanya penambahan
betakaroten dari ekstrak labu kuning. Pemberian ekstrak labu kuning yang banyak
maka warna kekuningan, kejinggaan atau kemerahan akan terlihat lebih cerah.
Sehingga, jelaslah perlakuan III lebih cerah hasil tingkat kecerahan warna
sisik ikan cupangnya dibandingkan perlakuan lainnya. Begitu pula pada perlakuan
control yang tidak diberi ekstrak labu, hasilnya tidak mengalami perubahan
kecerahan warna dan warna sisik ikan cupangnya.
Hasil
pengukuran tingkat kecerahan warna pada minggu ke-3 dengan skala RGB ini akan
digunakan juga untuk mengetahui hubungannya dengan kecerahan warna. Aplikasi
yang digunakan untuk mengetahui korelasi antara jumlah ekstrak labu dengan
tingkat kecerahan ikan adalah SPSS. Dari hasil perhitungannya diperoleh angka
korelasi pearson atau r producy moment sebesar 0,978. Apabila dibandingkan
dengan nilai table r pearson (0,950) pada tingkat kesalahan 5 %. Digunakan
tingkat kesalahan 5 % karena dalam penelitian ini masih banyak kekurangan dari
segi pengukuran tingkat kecerahan warna, pemberian jumlah ekstrak labu yang
mungkin tidak sesuai takaran perlakuan, ikan yang mati sebelum 3 minggu, dan
lainnya.
Dengan
demikian, apabila r pearson lebih besar dari r table, maka terima H1 atau tolak
H0 artinya terdapat korelasi antara pemberian jumlah ekstrak labu kuning yang
berbeda terhadap tingkat kecerahan warna sisik ikan cupang dengan signifikansi
95% pada taraf kesalahan 5 %. Maka, hubungan yang terjadi adalah berbanding
lurus antara jumlah ekstrak labu kuning dengan tingkat kecerahan warna sisik
ikan cupang.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan dan hasil pengamatan di atas, dapat
disimpulkan:
1.
Pemberian
pakan dengan variasi ekstrak labu kuning (Cucurbita moschata) dapat
meningkatkan kecerahan warna sisik tubuh ikan cupang (Betta splendes).
2.
Pemberian
pakan dengan variasi pellet dan ekstrak labu kuning (Cucurbita moschata)
dengan perbandingan 2:3 dapat meningkatkan kecerahan warna sisik tubuh ikan
cupang (Betta splendes) secara cepat.
3.
Intensitas warna sisik tubuh ikan cupang (Betta
splendes) tertinggi terjadi pada minggu ke-3 penelitian pada perlakuan III.
4.
Jumlah
ekstrak labu kuning yang diberikan berbanding lurus dengan tingkat kecerahan
warna yang dihasilkan pada warna ikan cupang.
5.
Ada
hubungan antara pengaruh pemberian jumlah ekstrak labu kuning yang berbeda
terhadap tingkat kecerahan warna sisik ikan cupang.
DAFTAR PUSTAKA
Djarubito, MB. 1993. Zoologi Dasar.
Jakarta : Erlangga
Lesmana, D.S., 2002. Agar Ikan Hias Cemerlang. Penebar Swadaya.
Jakarta
Lestari, A. R. 2011. Efektifitas Gliserol Monostearat (GMS)
Terhadap Mutu Donat Labu Kuning.Skripsi S1.Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, Surabaya
Pinandoyo. 2005. Pengaruh Berbagai Kadar Carophyll Pink dan
Tepung Wortel dalam Pakan
Buatan
terhadap Kecerahan Warna Ikan Oscar (Astronotus ocellatus Cuvier). Jakarta:
Jurnal Penelitian Vol. 1-12
Radiopoetro.1998. Zoologi. Jakarta: Erlangga
Winarno, F.G., 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: P.T. Gramedia
Pustaka Utama