Selasa, 06 September 2016

Pengelolaan Terumbu Karang

MAKALAH EKOLOGI
(PENGELOLAAN TERUMBU KARANG)
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas  Terstruktur  Mata Kuliah Ekologi
Dosen Pengampu : Dr. Dewi Cahyani, MM, M.Pd

 






Disusun Oleh :
Kiki Amalia
Lu’lu’ Mukhoyyaroh
Ratna Komala
Ratu Kencana W
Kelompok 1
Biologi B/V

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
IAIN SYEKH NURJATI CIREBON
2014
KATA PENGANTAR

           Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas anugrahNYA, saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “pengelolaan ekosistem terumbu karang”.
          Makalah ini saya buat yaitu untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ekologi. Dengan selesainya pembuatan makalah ini saya berharap dapat memberikan informasi yang berguna dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang Ekologi.
          Saya juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun karena saya tahu bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.


Cirebon, 22 November 2014

                                                                                                               Penyusun











BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
            Indonesia merupakan  negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang menjapai 17.508 pulau dengan luas lautnya sekitar 3,1 juta km2 Wilayah lautan yang luas tersebut menjadikan Indonesia mempunyai kekayaan dan keanekaragaman hayati terbesar di dunia, salah satunya adalah ekosistem terumbu karang. Terumbu karang merupakan  ekosistem khas daerah tropis dengan pusat penyebaran di wilayah Indo-Pasifik. Diperkirakan luas terumbu karang yang terdapat di perairan Indonesia adalah lebih dari 60.000 km2, yang tersebar luas dari perairan Kawasan Barat Indonesia sampai Kawasan Timur Indonesia (Walters, 1994 dalam Suharsono, 1998).
Potensi sumberdaya alam kelautan ini tersebar di seluruh Indonesia dengan  beragam nilai dan fungsi, antara lain nilai rekreasi (wisata bahari), nilai produksi (sumber bahan pangan dan ornamental) dan nilai konservasi (sebagai pendukung proses ekologis dan penyangga kehidupan di daerah pesisir, sumber sedimen pantai dan melindungi pantai dari ancaman abrasi) (Fossa dan Nilsen, 1996). Ditinjau dari aspek ekonomi, ekosistem terumbu karang menjadi tumpuan hidup bagi masyarakat pesisir di sekitarnya (Suharsono, 1998).
Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini pada umumnya hidup lebih dari 300 jenis karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluhpuluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun dan biota lainnya (Dahuri, 2000). Terumbu karang bisa dikatakan sebagai hutan tropis ekosistem laut. Ekosistem ini terdapat di laut dangkal yang hangat dan bersih dan merupakan ekosistem yang sangat penting dan memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi.
B.     Rumusan masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan terumbu karang?
2.      Apa saja jenis-jenis terumbu karang?
3.      Bagaimana keadaan Terumbu Karang di Indonesia?
4.       Apa penyebab terumbu karang menjadi aset utama keindahan dan kekayaan laut Indonesia?
5.      Bagaimana strategi mengelola terumbu karang?
6.       Apa manfaat terumbu karang bagi kehidupan?
7.      Faktor Penyebab Kerusakan terumbu karang, Jenis Pencemar,dan Pengaruh Pencemaran Terhadap Terumbu Karang Lingkungan terhadap Keberadaan Terumbu Karang?
8.      Bagaimana peraturan pemerintah tentang ekosistem terumbu karang?
9.      Bagaimana cara menanggulangi dan melestarikan kerusakan terumbu karang?
10.  Bagaimana Cara Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Terhadap Terumbu Karang?

C.     Tujuan
1.      Mengertahui pengertian dari terumbu karang
2.      Mengetahui jenis-jenis terumbu karang
3.      Mengetahui keadaan terumbu karang di Indonesia
4.      Mengetahui strategi mengelola terubu karang
5.      Mengetahui penyebab terumbu karang menjadi asset utama keindahan dan kekayaan laut di Indonesia
6.      Mengetahui manfaat terumbu karang bagi kehidupan
7.      Mengetahui Faktor Penyebab Kerusakan terumbu karang, Jenis Pencemar,dan Pengaruh Pencemaran Terhadap Terumbu Karang Lingkungan terhadap Keberadaan Terumbu Karang
8.      Mengetahui peraturan pemerintah tentang ekosistem terumbu karang
9.      Mengetahui cara menanggulangi dan melestarikan kerusakan terumbu karang
10.  Mengetahui Cara Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Terhadap Terumbu Karang.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian
Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanhellae. Terumbu karang termasuk dalam jenis filum Cnidaria kelas Anthozoa yang memiliki tentakel. Kelas Anthozoa tersebut terdiri dari dua Subkelas yaitu Hexacorallia (atau Zoantharia) dan Octocorallia, yang keduanya dibedakan secara asal-usul, Morfologi dan Fisiologi.Koloni karang dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut Polip. Dalam bentuk sederhananya, karang terdiri dari satu polip saja yang mempunyai bentu.Namun pada kebanyakan Spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak individu yang disebut koloni. Hewan ini memiliki bentuk unik dan warna beraneka rupa serta dapat menghasilkan CaCO3. Terumbu karang merupakan habitat bagi berbagai spesiestumbuhan laut, hewan laut, dan mikroorganisme laut lainnya yang belum diketahui.
Terumbu karang secara umum dapat dinisbatkan kepada struktur fisik beserta ekosistem yang menyertainya yang secara aktif membentuk sedimen kalsium karbonat akibat aktivitas biologi(biogenik) yang berlangsung di bawah permukaan laut. Bagi ahli geologi, terumbu karang merupakan struktur batuan sedimen dari kapur (kalsium karbonat) di dalam laut, atau disebut singkat dengan terumbu. Bagi ahli biologi terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang dibentuk dan didominasi oleh komunitas koral.
Dalam peristilahan ‘terumbu karang’, “karang” yang dimaksud adalah koral, sekelompok hewan dari ordo Scleractinia yang menghasilkan kapur sebagai pembentuk utama terumbu.
Terumbu adalah batuan sedimen kapur di laut, yang juga meliputi karang hidup dan karang mati yang menempel pada batuan kapur tersebut. Sedimentasi kapur di terumbu dapat berasal dari karang maupun dari alga. Secara fisik terumbu karang adalah terumbu yang terbentuk dari kapur yang dihasilkan oleh karang Di Indonesia semua terumbu berasal dari kapur yang sebagian besar dihasilkan koral Kerangka karang mengalami erosi dan terakumulasi menempel di dasar terumbu.
Terumbu karang pada umumnya hidup di pinggir pantai atau daerah yang masih terkena cahaya matahari kurang lebih 50 m di bawah permukaan laut. Beberapa tipe terumbu karang dapat hidup jauh di dalam laut dan tidak memerlukan cahaya, namun terumbu karang tersebut tidak bersimbiosis dengan zooxanhellae dan tidak membentuk karang.
Ekosistem terumbu karang sebagian besar terdapat di perairan tropis, sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan hidupnya terutama suhu, salinitas, sedimentasi, Eutrofikasi dan memerlukan kualitas perairan alami (pristine). Demikian halnya dengan perubahan suhu lingkungan akibat pemanasan global yang melanda perairan tropis di tahun 1998 telah menyebabkan pemutihan karang (coral bleaching) yang diikuti dengan kematian massal mencapai 90-95%. Selama peristiwa pemutihan tersebut, rata-rata suhu permukaan air di perairan Indonesia adalah 2-3 °C di atas suhu normal.Kondisi optimum.Untuk dapat bertumbuh dan berkembang biak secara baik, terumbu karang membutuhkan kondisi lingkungan hidup yang optimal, yaitu pada suhu hangat sekitar di atas 20oC.
Terumbu karang juga memilih hidup pada lingkungan perairan yang jernih dan tidak berpolusi.Hal ini dapat berpengaruh pada penetrasi cahaya oleh terumbu karang.
Beberapa terumbu karang membutuhkan cahaya matahari untuk melakukan kegiatan fotosintesis. Polip-polip penyusun terumbu karang yang terletak pada bagian atas terumbu karang dapat menangkap makanan yang terbawa arus laut dan juga melakukan fotosintesis. Oleh karena itu, oksigen-oksigen hasil fotosintesis yang terlarut dalam air dapat dimanfaatkan oleh spesies laut lainnya.Hewan karang sebagai pembangun utama terumbu adalah organisme laut yang efisien karena mampu tumbuh subur dalam lingkungan sedikit nutrien (oligotrofik).





B.     Jenis-jenis terumbu karang
1.      Berdasarkan kemampuan memproduksi kapur
a.       Karang hermatipik
Karang hermatifik adalah karang yang dapat membentuk bangunan karang yang dikenal menghasilkan terumbu dan penyebarannya hanya ditemukan di daerah tropis. Karang hermatipik bersimbiosis mutualisme dengan zooxanthellae, yaitu sejenis algae uniseluler (Dinoflagellata unisuler), seperti Gymnodinium microadriatum, yang terdapat di jaringan-jaringan polip binatang karang dan melaksanakan Fotosintesis. Dalam simbiosis, zooxanthellae menghasilkan oksigen dan senyawa organik melalui fotosintesis yang akan dimanfaatkan oleh karang, sedangkan karang menghasilkan komponen inorganik berupa nitrat, fosfat dan karbon dioksida untuk keperluan hidup zooxanthellae Hasil samping dari aktivitas ini adalah endapan kalsium karbonat yang struktur dan bentuk bangunannya khas. Ciri ini akhirnya digunakan untuk menentukan jenis atau spesies binatang karang.
Karang hermatipik mempunyai sifat yang unik yaitu perpaduan antara sifat hewan dan tumbuhan sehingga arah pertumbuhannya selalu bersifat Fototropik positif. Umumnya jenis karang ini hidup di perairan pantai /laut yang cukup dangkal dimana penetrasi cahaya matahari masih sampai ke dasar perairan tersebut. Disamping itu untuk hidup binatang karang membutuhkan suhu air yang hangat berkisar antara 25-32 °C.
b.      Karang ahermatipik
Karang ahermatipik tidak menghasilkan terumbu dan ini merupakan kelompok yang tersebar luas diseluruh dunia.
2.      Berdasarkan bentuk dan tempat tumbuh
a.       Terumbu (reef)
Endapan masif batu kapur (limestone), terutama kalsium karbonat (CaCO3), yang utamanya dihasilkan oleh hewan karang dan biota-biota lain, seperti alga berkapur, yang mensekresi kapur, seperti alga berkapur dan Mollusca. Konstruksi batu kapur biogenis yang menjadi struktur dasar suatu ekosistem pesisir. Dalam dunia navigasi laut, terumbu adalah punggungan laut yang terbentuk oleh batuan kapur (termasuk karang yang masuh hidup)di laut dangkal.
b.      Karang (koral)
Disebut juga karang batu (stony coral), yaitu hewan dari Ordo Scleractinia, yang mampu mensekresi CaCO3. Karang batu termasuk ke dalam Kelas Anthozoa yaitu anggota Filum Coelenteratayang hanya mempunyai stadium polip. Dalam proses pembentukan terumbu karang maka karang batu (Scleratina) merupakan penyusun yang paling penting atau hewan karang pembangun terumbu. Karang adalah hewan klonal yang tersusun atas puluhan atau jutaan individu yang disebut polip. Contoh makhluk klonal adalah tebu atau bambu yang terdiri atas banyak ruas.
c.       Karang terumbu
Pembangun utama struktur terumbu, biasanya disebut juga sebagai karang hermatipik (hermatypic coral) atau karang yang menghasilkan kapur. Karang terumbu berbeda dari karang lunak yang tidak menghasilkan kapur, berbeda dengan batu karang (rock) yang merupakan batu cadas atau batuan vulkanik.
d.      Terumbu Karang
Ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur (CaCO3) khususnya jenis¬-jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama dengan biota yang hidup di dasar lainnya seperti jenis¬-jenis moluska, Krustasea, Echinodermata, Polikhaeta, Porifera, dan Tunikata serta biota-biota lain yang hidup bebas di perairan sekitarnya, termasuk jenis-jenisPlankton dan jenis-jenis nekton.
3.      Berdasarkan Letak
a.       Terumbu karang tepi
Terumbu karang tepi atau karang penerus atau fringing reefs adalah jenis terumbu karang paling sederhana dan paling banyak ditemui di pinggir pantai yang terletak di daerah tropis. Terumbu karang tepi berkembang di mayoritas pesisir pantai dari pulau-pulau besar. Perkembangannya bisa mencapai kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan ke atas dan ke arah luar menuju laut lepas. Dalam proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk melingkar yang ditandai dengan adanya bentukan ban atau bagian endapan karang mati yang mengelilingi pulau. Pada pantai yang curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah secara vertikal.
Contoh: Bunaken (Sulawesi), Pulau Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali).
b.      Terumbu karang penghalang
Secara umum, terumbu karang penghalang atau barrier reefs menyerupai terumbu karang tepi, hanya saja jenis ini hidup lebih jauh dari pinggir pantai. Terumbu karang ini terletak sekitar 0.5¬2 km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang membentuk lagoon (kolom air) atau celah perairan yang lebarnya mencapai puluhan kilometer. Umumnya karang penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan membentuk gugusan pulau karang yang terputus-putus.
Contoh: Batuan Tengah (Bintan, Kepulauan Riau), Spermonde (Sulawesi Selatan), Kepulauan Banggai (Sulawesi Tengah).
c.       Terumbu karang datar
Terumbu karang datar atau gosong terumbu (patch reefs), kadang-kadang disebut juga sebagai pulau datar (flat island). Terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke permukaan dan, dalam kurun waktu geologis, membantu pembentukan pulau datar. Umumnya pulau ini akan berkembang secara horizontal atau vertikal dengan kedalaman relatif dangkal.Contoh: Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Kepulauan Ujung Batu (Aceh)
4.      Berdasarkan zonasi
a.       Terumbu yang mengadap angina
Terumbu yang menghadap angin (dalam bahasa Inggris: Windward reef) Windward merupakan sisi yang menghadap arah datangnya angin. Zona ini diawali oleh lereng terumbu yang menghadap ke arah laut lepas. Di lereng terumbu, kehidupan karang melimpah pada kedalaman sekitar 50 meter dan umumnya didominasi oleh karang lunak. Namun, pada kedalaman sekitar 15 meter sering terdapat teras terumbu yang memiliki kelimpahan karang keras yang cukup tinggi dan karang tumbuh dengan subur.Mengarah ke dataran pulau atau gosong terumbu, di bagian atas teras terumbu terdapat penutupan alga koralin yang cukup luas di punggungan bukit terumbu tempat pengaruh gelombang yang kuat. Daerah ini disebut sebagai pematang alga. Akhirnya zona windward diakhiri oleh rataan terumbu yang sangat dangkal.
b.      Terumbu yang membelakangi angina
Terumbu yang membelakangi angin (Leeward reef) merupakan sisi yang membelakangi arah datangnya angin. Zona ini umumnya memiliki hamparan terumbu karang yang lebih sempit daripadawindward reef dan memiliki bentangan goba (lagoon) yang cukup lebar.[1] Kedalaman goba biasanya kurang dari 50 meter, namun kondisinya kurang ideal untuk pertumbuhan karang karena kombinasi faktor gelombang dan sirkulasi air yang lemah serta sedimentasi yang lebih besar.
 Penghuni Terumbu Karang
1.      Tumbuh- tumbuhan
Ganggang (alga) merupakan suatu kelompok tumbuh-tumbuhan yang besar dan beraneka ragam yang biasanya terdapat di dalam lingkungan akuatik. Mereka adalah produsen primer, seperti yang telah diterangkan, mampu menangkap energi surya dan mnggunakannya untuk menghasilkan gula dan senyawa majemuk lainnya dengan menyimpan energi.Lamun adalah salah satu vegetasi yang hidup di sekitar terumbu karang. Lamun mempunyai manfaat sebagai perangkap sedimen.
2.      Avertebrata
Hewan karang dari filum Cnidaria merupakan kelompok- kelompok utama dari dunia hewan yang sangat penting dalam ekologi terumbu karang. Filum Cnidaria itu dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu hydroid, ubur- ubur dan Anthozoa.
Berbagai jenis cacing hidup di terumbu karang. Kebanyakkan memiliki ukuran kecil dan tidak kelihatan. Cacing berperan dalam proses erosi yang dilakukan oleh hewan secara alami, yang disebut bioerosi, dari  batuan kapur menjadi pecahan kapur sampai ke pasir dengan mliang pada batuan tadi.Crustacea merupakan klompok yang amat terkenal dari filum Arthropoda yang hidup dalam terumbu karang. Mereka terdiri dari teritip, kepiting, udang, lobster dan udang  karang.Banyak hewan Crustacea ini mempunyai hubungan khusus dengan hwan lain di terumbu karang. Teritip menempel pada beberapa substrat seperti penyu dan kepiting; udang pembersih dengan beberapa ikan; atau udang kecil bwarna dengan anemone.
Molusca menyumbangkan cukup banyak kapur kepada ekosistem terumbu yang merupakan penyumbang penting terbentuknya pasir laut. Keanekaragaman Mollusca memainkan peranan penting di dalam jaringan makanan terumbu karang yang rumit ini. Mereka juga menjadi dasar bagi perdagangan besar cangkang hias dan penunjang utama perikanan kerang dan cumi- cumi.
Echinodermata adalah penghuni perairan dangkal dan umumnya terdapat di terumbu karang dan padang lamun. Bintang laut yang omnivora memakan apa saja mulai dari sepon, teritip, keong dan kerang.Teripang mendiami sebagain besar terumbu karang dan memakan alga dan detritus dasar. Mereka mempunyai alami sedikit dan manusia barangkali yang menjadi pemangsa yang rakus.
3.      Ikan Karang
Ikan karang terbagi dalam 3 (tiga) kelompok yaitu:
a.       Ikan target yaitu ikan-ikan yang lebih dikenal oleh nelayan sebagai ikan konsumsi seperti Famili Serranide, Lutjanidae, Haemulidae, Lethrinidae
b.       Kelompok jenis indikator yaitu ikan yang digunakan sebagai indikator bagi kondisi kesehatan terumbu karang di suatu perairan seperti Famili Chaetodontidae
c.       Kelompok ikan yang berperan dalam rantai makanan, karena peran lainnya belum diketahui seperti Famili Pomacentridae, Scaridae, Acanthuridae, Caesionidae, Siganidae, Muliidae, Apogonidae (Adrim, 1993).
Banyak ikan yang mempunyai daerah hidup di terumbu karang dan jarang dari ikan-ikan tersebut keluar daerahnya untuk mencari makanan dan tempat perlindungan. Batas wilayah ikan tersebut didasarkan pada pasokan makananan, keberadaan predator, daerah tempat hidup, dan daerah pemijahan.
4.       Reptilia
Reptiilia yang terdapat pada ekosistem terumbu karang hanya dua kelompok yaitu, ular laut dan penyu. Dua klompok ini terancam punah. Ular ditangkap untuk kulitnya, dan penyu terutama untuk telurnya.
C.     Keadaan Terumbu Karang di Indonesia
Terumbu karang merupakan sekumpulan hewan karang yang saling bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga. Kumpulan karang dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut polip, polip ini kemudian berkembang hingga jutaan dan terbentuklah struktur dasar dari terumbu karang. Di perairan indonesia yang notabene merupakan perairan tropis, karang dapat tumbuh subur karena suhu perairannya berkisar antara 21 – 29 derajat celcius, sementara bila di perairan yang suhunya lebih rendah pertumbuhan karang akan lebih lambat. Selain di perairan tropis, karang pun dapat tumbuh subur di perairan subtropis contohnya di jepang selatan dan florida amerika.
Sebagai negara maritim, indonesia memiliki kekayaan biota laut yang sangat beragam. salah satu kekayaan biota laut yang terdapat di indonesia adalah terumbu karang. Bahkan indonesia merupakan negara yang memiliki terumbu karang terkaya di dunia.
Sekitar 85.200 km2 atau 18% dari seluruh terumbu karang di dunia yang jumlahnya 284.300 km2 berada di hamparan dalam samudra di indonesia. Negara kita ini memiliki 93 ribu km2 wilayah perairan yang di dalamnya terdapat 4000 jenis hewan laut (ikan dan udang-udangan), 600 jenis batu karang,dan 2500 jenis moluska.
Kita sebagai warga negara indonesia patut berbangga karena indonesia juga termasuk wilayah Coral triangel atau segitiga karang dunia yang menjadi pusat ekosistem keragaman laut di dunia. Raja ampat, papua barat merupakan kawasan penyumbang terumbu karang terbesar di indonesia dan sekaligus menjadi kepulawan dengan jenis terumbu karang terbanyak di dunia, yang memiliki hampir 500 lebih jenis karang dan 100 spesies ikan laut. Selain itu masih ada wilayah yang memiliki jenis terumbu karang yang banyak antara lain, Kepulawan derawan, kalimantan timur; Kep.wakatobi, Sultra; nusa penida,bali; yang masing-masing memiliki kekayaan terumbu karang yang tidak kalah bagus.
Sayangnya, keberadaan terumbu karang di dunia khususnya di indonesia mulai teancam. Di indonesia saja persentase perusakan terumbu karang tiap tahunnya menunjukan kenaikan yang signifikan, dalam kurun waktu 4 tahun (2004-2008) 34% terumbu karang di indonesia berkondisi sangat buruk, dan ironisnya hanya 3 % terumbu karang yang dalam keadaan sangat baik.Data yang muncul mengisyaratkan apabila tidak diambil langkah-langkah progresif, dapat dipastikan laju degradasi terumbu karang di negara kita akan semakin menghawatirkan, bila tidak ingin dikatakan mengarah punah. Artinya, harus ada upaya nasional untuk mengentikan laju kerusakannya. Jika tidak, degradasi terumbu karang dikuatirkan akan semakin luas dan besar yang konsekuensinya juga akan berdampak secara ekologis maupun ekonomis bagi Indonesia sendiritentunya.
Karenanya seluruh elemen harus menyadari bahwa menjaga kelestarian sumber daya kelautan berarti merupakan suatu upaya penting dalam menjamin produktivitas sumber daya perikanan. Sekali lagi harus disadari, manfaat terumbu karang bagi manusia amat menakjubkan. Selain merupakan aset wisata bahari, juga berfungsi benteng alami pantai dari gempuran ombak, bahkan sumber makanan dan obat-obatan. Tak heran, jika ratusan juta orang hidupnya sangat bergantung pada terumbu karang di coral triangle.
Di Indonesia saja, nilai ekonomis terumbu karang tak bergeser dari angka US$1,6 miliar per tahun. Memang, angka ini masih rendah ketimbang nilai ekonomis terumbu karang di dunia sebesar US$29,8 miliar dari makanan, perikanan, keanekaragaman, dan wisata bahari. Namun, angka ekonomis terumbu karang di Indonesia lebih besar dibandingkan di Hawai yang sebesar US$361 juta bagi nonekstratif dan sebanyak US$3 juta bagi perikanan pesisir.Jadi, bisa dibayangkan berapa kerugian material yang timbul akibat rusaknya terumbu karang yang merupakan tempat vital bagi ekosistem perikanan, begitu juga kerugian non material berupa rusaknya ekosistem laut yang tentunya amat berdampak bagi kehidupan kita.
D.    Terumbu Karang Sebagai Aset Keindahan dan Kekayaan laut Indonesia
Ekosistem terumbu karang merupakan gudang persediaan makanan dan bahan obat-obatan bagi manusia di masa kini maupun di masa mendatang. Selain itu keindahannya juga menjadi daya tarik yang bisa menjadi sumber devisa bagi negara melalui kegiatan pariwisata. Wisata bahari Indonesia tengah berkembang pesat dan ekosistem terumbu karang merupakan salah satu aset utamanya. Ekosistem terumbu karang adalah tempat tinggal bagi ribuan binatang dan tumbuhan yang banyak diantaranya memiliki nilai ekonomi tinggi. Berbagai jenis binatang mencari makan dan berlindung di ekosistem ini. Berjuta penduduk Indonesia bergantung sepenuhnya pada ekosistem terumbu karang sebagai sumber pencaharian. Jumlah produksi ikan, kerang dan kepiting dari ekosistem terumbu karang secara lestari di seluruh dunia dapat mencapai 9 juta ton atau sedikitnya 12% dari jumlah tangkapan perikanan dunia. Sumber perikanan yang ditopang oleh ekosistem terumbu karang memiliki arti penting bagi masyarakat setempat yang pada umumnya masih memakai alat tangkap tradisional.
Selain nilai ekonominya, ekosistem terumbu karang juga merupakan laboratorium alam yang sangat unik untuk berbagai kegiatan penelitian yang dapat mengungkapkan penemuan yang berguna bagi kehidupan manusia. Beberapa jenis spongs, misalnya, merupakan binatang yang antara lain terdapat di ekosistem terumbu karang yang berpotensi mengandung bahan bioakif yang dapat dijadikan bahan obat-obatan antara lain untuk penyembuhan penyakit kanker. Selain itu binatang karang tertentu yang mengandung kalsium karbonat telah dipergunakan untuk pengobatan tulang rapuh. Fungsi lain dari ekosistem terumbu karang yang hidup di dekat pantai ialah memberikan perlindungan bagi berbagai properti yang ada di kawasan pesisir dari ancaman pengikisan oleh ombak dan arus.
E.     Strategi mengelola terumbu karang
Pengelolaan terumbu karang bisa dilakukan dengan berbagai pendekatan.  White and Alcala (1988) dalam Sondita dan Bachtiar (2002) mengelompokan pendekatan dasar menjadi 7 macam yaitu:
1.      Membagi wilayah.  Pendekatan konservasi ini membagi terumbu karang menjadi beberapa macam wilayah yang digunakan untuk bermacam-macam keperluan dan level penggunaan.
2.      Menutup temporer.  Konservasi dilakukan dengan cara menutup terumbu selama bererapa waktu (minggu, bulan) pada musim reproduksi hewan atau tanaman yang penting untuk dilindungi.
3.      Menutup dan membuka selama beberapa waktu.  Pendekatan ini membolehkan penggunaan terumbu karang selama beberapa waktu yang diselingi oleh penutupan untuk mengembalikan terumbu dari dampak penggunaannya.
4.      Menutup permanen suatu wilayah kecil yang terpilih ( suaka laut/perikanan).
5.      Menentukan suatu level penggunaan yang dipebolehkan.  Jika melewati daya dukungnya, penggunaan terumbu karang yang berlebihan dapat bersifat merusak.  Oleh karena itu, pengaturan tentang batas maksimal penyelam perhari atau batas penangkapan ikan per tahun merupakan aturan pengelolaan yang perlu dipikirkan.
6.      Melarang atau membatasi alat-alat eksploitasi yang tidak dapat diterima.  Misalnya, jaring yang berukuran kecil atau muro-ami yang batunya menyentuh terumbu.
7.      Membuat batas-batas ukuran penangkapan.  Pengambilan spesies-spesies yang diijinkan diatur dengan ketentuan batas-batas maksimum atau minimum untuk menjamin bahwa biota yang boleh ditangkap sempat bertelur sebelum mati.
F.      Manfaat terumbu karang bagi kehidupan
Terumbu karang bagi kehidupan manusia sangatlah berarti. Banyak potensi-potensi yang dihasilkan oleh terumbu karang bagi kehidupan laut maupun manusia. Berikut merupakan fungsi-fungsi dari terumbu karang.
1.      Pelindung ekosistem pantai
Dari segi fisik terumbu karang berfungsi sebagai pelindung pantai dari erosi dan abrasi, struktur karang yang keras dapat menahan gelombang dan arus sehingga mengurangi abrasi pantai dan mencegah rusaknya ekosistim pantai lain seperti padang lamun dan magrove.
2.      Rumah bagi banyak jenis mahluk hidup di laut
Terumbu karang bagaikan oase di padang pasir untuk lautan. Karenanya banyak hewan dan tanaman yang berkumpul di sini untuk mencari makan, memijah, membesarkan anaknya, dan berlindung. Bagi manusia, ini artinya terumbu karng mempunyai potensial perikanan yang sangat besar, baik untuk sumber makanan maupun mata pencaharian mereka. Diperkirakan, terumbu karang yang sehat dapat menghasilkan 25 ton ikan per tahunnya. Sekitar 500 juta orang di dunia menggantungkan nafkahnya pada terumbu karang, termasuk didalamnya 30 juta yang bergantung secara total pada terumbu karang sebagai penhidupan.
3.      Sumber Obat-obatan
Pada terumbu karang banyak terdapat bahan-bahan kimia yang diperkirakan bisa menjadi obat bagi manusia. Saat ini banyak penelitian mengenai bahan-bahan kimia tersebut untuk dipergunakan untuk mengobati berbagai manusia.
4.      Objek wisata
Terumbu karang yang bagus akan menarik minat wisatawan sehingga meyediakan alternatif pendapatan bagi masyarakat sekitar. Diperkirakan sekitra 20 juta penyelam, menyelam dan menikmati terumbu karang per tahun.
5.      Daerah Penelitian
Penelitian akan menghasilkan informasi penting dan akurat sebagai dasar pengelolaan yang lebih baik. Selain itu, masih banyak jenis ikan dan organisme laut serta zat-zat yang terdapat di kawasan terumbu karang yang belum pernah diketahui manusia sehingga perlu penelitian yang lebih intensif untuk mengetahui ‘misteri’ laut tersebut.
6.      Mempunyai nilai spiritual
Bagi banyak masyarakat, laut adalah daerah spiritual yang sangat penting, Laut yang terjaga karena terumbu karang yang baik tentunya mendukung kekayaan spiritual ini.
7.      Sumber mata pencaharian
Banyak orang yang menggantungkan hidupnya pada terumbu karang. Tentu saja mnjadikan terumbu karang sebagai sumber mata pencarian harus di ikuti dengan rasa tanggung jawab sehingga tidak terjadi eksploitasi yang terlalu berlebihan. Selain itu terumbu karang juga dapat menjadi objek wisata yang tentunya dapat menambah pundi-pundi rupiah dari wisatawan.
Selain diatas manfaat terumbu karang lainnya adalah :
1.     Dari segi ekonomi ekosistem terumbu karang memiliki nilai estetika dan tingkat keanekaragaman biota yang tinggi yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber makanan, bahan obat – obatan ataupun sebagai objek wisata bahari.
2.    Ditinjau dari fungsi ekologisnya, terumbu karang yang sangat penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan dan menyumbangkan stabilitas fisik, yaitu mampu menahan hempasan gelombang yang kuat sehingga dapat melindungi pantai dari abrasi
3.   Adapun dari sisi social ekonomi, terumbu karang adalah sumber perikanan yang produktif sehingga dapat meningkatkan pendapatan nelayan, penduduk pesisir, dan devisa Negara yang berasal dari devisa perikanan dan pariwisata.

G.    Faktor Penyebab Kerusakan ,Jenis Pencemar,dan Pengaruh Pencemaran Terhadap Terumbu Karang, Lingkungan terhadap Keberadaan Terumbu Karang
Kerusakan terumbu karang bisa terjadi karena faktor alam dan faktor manusia. Berikut penyebab kerusakan karang meliputi :
1.      Faktor alam
Misalnya hempasan ombak yang mematahkan karang atau ikan dan hewan laut lainya yang menjadikan karang sebagai mangsanya. Akan tetapi, regenerasi dan pertumbuhan karang menggantikan kerusakan ini.
2.      Pengendapan sedimen
Pengendapan yang berasal dari sedimen tanah yang tererosi karena penebangan hutan, sehingga tanah tersebut terbawa ke laut dan menutupi karang dari sinar matahari
3.      Aliran air yang tercemar
Aliran air yang sudah dicemari oleh limbah sisa pembuangan dapat lambat laun akan membuat karang mati. Bahan pencemar bisa berasal dari berbagai sumber, diantaranya adalah limbah pertanian, perkotaan, pabrik, pertambangan dan minyak.
4.      Pemanasan suhu bumi
Pemanasan suhu bumi dikarenakan pelepasan karbon dioksida (CO2) ke udara. Tingginya kadar CO2 diudara berpotensi meningkatan suhu secara global. yang dapat mengakibatkan naik nya suhu air laut sehingga karang menjadi memutih (bleaching) seiring dengan perginya zooxanthelae dari jaringan kulit karang, jika terjadi terus menerus maka pertumbuhan terumbu karang terhambat dan akan mati.
5.      Uji coba militer
Latihan militer yang dilakukan sering tidak memperhatikan keadaan lingkungan sekitarnya. Pengujian bahan peledak dan radiasi nuklir memiliki potensi meningkatkan kerusakan terumbu karang serta menyebabkan mutasi pada terumbu karang.
6.      Eksploitasi yang berlebihan
Kebanyakan nelayan tidak mengerti pentingnya karan bagi kehidupan, sehingga eksploitasi besar-besaran sering dilakukan, penambangan terumbu karang tentu perlu di awasi karena dampaknya yang bisa menghancurkan bahkan menghilangkan spesies terumbu karang.
7.      Asal melempar jangkar
Para nelayan bahkan perahu sewaan terkadang menambatkan jangkar di sembarang tempat. Jangkar yang di jatuhkan sembarangan dapat merusakc terumbukarang.
 Faktor- faktor yang Merusak Terumbu Karang
Indonesia memang kaya akan keanekaragaman hayati nya termasuk di laut. Karena Indonesia termasuk negara kepulauan. Saat ini salah satu ekosistem yang memiliki peranan penting yaitu terumbu karang, kini mulai rusak. Hal ini disebabkan oleh :
a.       Pengendapan kapur
Pengendapan kapur dapat berasal dari penebangan pohon yang dapat mengakibatkan pengikisan tanah (erosi)  yang akan terbawa kelaut dan menutupi karang sehingga karang tidak dapat tumbuh karena sinar matahari tertutup oleh sedimen.
b.      Aliran air tawar
Aliran air tawar yang terus menerus dapat membunuh karang, air tawar tersebut dapat berasal dari pipa pembuangan, pipa air hujan ataupun limbah pabrik yang tidak seharusnya mengalir ke wilayah terumbu karang.
c.        Berbagai jenis limbah dan sampah
Bahan pencemar bisa berasal dari berbagai sumber, diantaranya adalah limbah pertanian, perkotaan, pabrik, pertambangan dan perminyakan.
d.      Pemanasan suhu bumi
Pemanasan suhu bumi dikarenakan pelepasan karbon dioksida (CO2) ke udara. Tingginya kadar CO2 diudara berpotensi meningkatan suhu secara global. yang dapat mengakibatkan naik nya suhu air laut sehingga karang menjadi memutih (bleaching) seiring dengan  perginya zooxanthelae dari jaringan kulit karang, jika terjadi terus menerus maka pertumbuhan terumbu karang terhambat dan akan mati.
e.       Cara tangkap yang merusak
Cara tangkap yang merusak antara lain penggunaan muro-ami, racun dan bahan peledak.
f.       Penambangan dan pengambilan karang
Pengambilan dan penambangan karang umumnya digunakan sebagai bahan bangunan. Penambangan karang berpotensi menghancurkan ribuan meter persegi terumbu dan mengubah terumbu menjadi gurun pasir bawah air.
g.      Penambatan jangkar dan berjalan pada terumbu
Nelayan dan wisatawan seringkali menambatkan jankar perahu pada terumbu karang. Jangkar yang dijatuhkan dan ditarik diantara karang maupun hempasan rantainya yang sangat merusak koloni karang.
h.       Serangan bintang laut berduri
Bintang laut berduri adalah sejenis bintang laut besar pemangsa karang yang permukaanya dipenuhi duri. Ia memakan karang dengan cara manjulurkan bagian perutnya ke arah koloni karang, untuk kemudian mencerna dan membungkus  polip-polip karang dipermukaan koloni tersebut.
Pengaruh Pencemaran Lingkungan terhadap Terumbu Karang
Indonesia telah berkembang ke arah tercapainya tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi, sehingga sektor industri dapat menjadi lebih efektif sebagai sarana utama untuk mendorong pembangunan ekonomi, meningkatkan kemampuan teknologi dan mengoptimumkan pemanfaatan sumberdaya ekonomi. Di samping itu, hal tersebut juga ditujukan pada peningkatan persaingan industri dan kemampuan untuk menghasilkan produk yang bermutu tinggi, yang mampu menembus pasar internasional, menggalakkan pertumbuhan industri kecil dan menengah, termasuk industri pedesaan; dan memperluas pembagian industri daerah, terutama di Indonesia Timur, sehingga pusat pertumbuhan ekonomi dapat dikembangkan di seluruh daerah sesuai potensinya.
Pembangunan pertambangan ditujukan ke arah peningkatan produksi dan diversifikasi produk pertambangan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku dan sumberdaya energi primer, peningkatan ekspor, dan terpenuhinya kebutuhan masyarakat lainnya. Produksi tahunan minyak bumi (minyak mentah dan kondensat) adalah sekitar 600 juta barel, dengan ekspor sekitar 300 juta. Ekspor minyak murni adalah sekitar 80 juta barel per tahun. Produksi tahunan gas alam adalah sekitar 3.000 milyar kaki kubik dengan konsumsi lokal sebesar sekitar 2.800 milyar kaki kubik. Produksi Gas Alam Cair (LNG) adalah sekitar 1,4 milyar MMBTL, sebagian besar diekspor. Produksi LPG adalah sekitar 2,9 juta ton dan sekitar 2,6 juta diekspor.
Sayangnya kemajuan industri dan teknologi tidak hanya memberikan dampak positif, tetapi juga mampu menimbulkan efek negatif khususnya pada lingkungan. Efek negatif yang kerap kali menurunkan kuantitas dan kualitas lingkungan adalah pencemaran dimana hal tersebut berpengaruh pula pada eksistensi ekosistem terumbu karang. Pencemaran laut karena minyak bumi tumpah ke laut dapat terjadi karena pemindahan minyak bumi dari kapal ke kapal, dari kapal ke pelabuhan atau sebaliknya, dari penyulingan minyak, dan dari pencucian kapal tanker.Minyak yang tertumpah di laut akan mengalami absorbsi, pertukaran ion, penguapan dan pengendapan. Selain itu, tumpahan minyak akan tersebar di permukaan air laut. Ikawati (2001) mengemukakan bahwa sebagian tumpahan minyak di permukaan akan terseret ke pantai saat ada arus angin sedangkan yang melekat pada sedimen akan tenggelam ke dasar laut dan mengenai karang. Tumpahan tersebut dapat merusak atau menyebabkan kematian karang. Sebenarnya tumpahan minyak ini tidak dapat melekat begitu saja pada karang, tetapi tergantung efektifitas reaksi pembersihan karang (jenis karang) dan jenis pencemar.
Sebagai contoh, pada sebuah percobaan di laboratorium, Thompson dan Bright (1977) membandingkan kemampuan tiga spesies karang (Diploria strigosa, Montastrea annularis, M.cavernosa) dengan memindahkan empat tipe sedimen dari permukaan mereka. Empat tipe sedimen yang digunakan pada perlakuan tersebut adalah lumpur pengeboran, barite, bentonite, dan CaCO3. Percobaan dilakukan dengan menambahkan 25 ml adukan sedimen pada permukaan karang. Meskipun hasil mengindikasikan adanya tingkatan variasi pada pembersihan karang, tetapi semua karang yang diujikan dapat membersihkan barite, bentonite dan CaCO3 secara efektif dan tidak satupun spesies dapat membersihkan lumpur pengeboran secara keseluruhan.Bahan pencemar lain yang dikenal berpengaruh terhadap kehidupan terumbu karang adalah tailing. Limbah tailing berasal dari batu-batuan dalam tanah yang telah dihancurkan hingga menyerupai bubur kental. Proses itu dikenal dengan sebutan proses penggerusan. Batuan yang mengandung mineral seperti emas, perak, tembaga dan lainnya, diangkut dari lokasi galian menuju tempat pengolahan yang disebut processing plant. Di tempat itu proses penggerusan dilakukan. Setelah bebatuan hancur menyerupai bubur biasanya dimasukkan bahan kimia tertentu seperti sianida atau merkuri, agar mineral yang dicari mudah terpisah. Mineral yang berhasil diperoleh biasanya berkisar antara 2% sampai 5% dari total batuan yang dihancurkan. Sisanya sekitar 95% sampai 98% menjadi tailing, dan dibuang ke tempat pembuangan.
Logam-logam yang berada dalam tailing sebagian adalah logam berat yang masuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Sembiring (2010) mengemukakan bahwa tailing menyebar ke daerah yang lebih dangkal dan produktif secara biologis sehingga mendatangkan lebih banyak masalah dari yang diperkirakan yaitu mengusir spesies ikan yang berpindah-pindah, menyebabkan kerusakan permanen di dasar laut, memusnahkan spesies asli, menghilangkan organisme langka dan mengurangi keanekaragaman organisme termasuk terumbu karang.Limbah merupakan polutan utama yang berasal dari anak sungai. Limbah pencemar tersebut dapat mengandung pestisida, herbisida, klhorin, logam berat dan limbah organik lainnya. Materi-materi tersebut dapat menyebabkan tingginya nilai BOD (Biological Oxygen Demand) dan meracuni ekosistem pesisir termasuk terumbu karang (Nganro, 2009). Melalui penelitiannya, Yudha (2007) mengemukakan bahwa kandungan fosfat, sulfida, dan logam berat seperti Pb, Hg, Cu dan Cd di perairan laut Bandar Lampung, yang dekat dengan pabrik-pabrik dan industri rumah tangga, terdapat dalam jumlah yang melebihi baku mutu yang ditetapkan untuk kehidupan biota laut. Hal tersebut semakin menegaskan bahwa kegiatan manusia merupakan penyebab terbesar kerusakan terumbu karang.
Wilkinson (1993) menduga bahwa sekitar 10 % dari terumbu karang dunia telah hancur dan saat ini kondisi terumbu karang dunia dapat diklasifikasikan dalam 3 (tiga) katagori :
1.      Kritis (critical). Sekitar 30 % dari terumbu karang berada pada tingkat kritis dan akan hilang dalam waktu 10 -20 tahun kemudian jika tekanan antropogenik tidak berkurang atau dihilangkan
2.      Terancam (threatened). Sekitar 30% te rumbu karang dikategorikan terancam dan akan tampak pada 20-40 tahun, jika populasi dan tekanan yang ditimbulkannya terus bertambah
3.      Stabil (stable). Hanya sekitar 30 % dari terumbu karang dunia berada dalam kondisi stabil dan diharapkan akan bertahan dalam waktu yang sangat lama.

Menurut Nybakken (1988), untuk dapat memulihkan habitat terumbu karang dibutuhkan waktu yang cukup lama, yaitu antara 50 hingga 100 tahun, tergantung dari kualitas perairan, tingkat tekanan terhadap lingkungan, letak terumbu karang yang akan menjadi sumber penghasil individu karang baru, dan lain-lain. Kerusakan habitat terumbu karang dapat menyebabkan inhibisi pertumbuhan jaringan dan rangka batu kapur karang, metabolisme tubuh menurun, respon perilaku termodifikasi, produksi mukus berlebih, kemampuan reproduksi melemah, serta hilangnya Zooxanthellae.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa keberadaan herbivora dan vertebrata laut mempengaruhi kesehatan terumbu karang. Vertebrata laut sangat penting dalam hal pendegradasian biomassa suatu spesies (Aronson, 2007). Akan tetapi, meningkatnya polutan organik merupakan tanda bahwa lokasi tersebut kaya akan unsur hara (nutrien) dan kelimpahan nutrien yang tidak terkendali akan menyebabkan peristiwa eutrofikasi yaitu ledakan populasi dari suatu jenis fitoplankton sehingga vertebrata pendegradasi tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya karena kelimpahan fitoplankton yang begitu tinggi (Ikawati, 2001). Hal ini juga menyebabkan adanya kompetisi antara karang dengan fitoplankton tersebut untuk mendapatkan cahaya matahari sebagai bahan fotosintesis.
Seperti kita ketahui bahwa karang hidup bersimbiosis dengan zooxanthellae yang merupakan spesies algae uniseluler. Selama fotosisntesis berlangsung, zooxanthellae memfiksasi sejumlah besar karbon yang dilewatkan pada polip inangnya. Karbon ini sebagian besar berbentuk gliserol termasuk glukosa dan alanin. Produk kimia ini digunakan oleh polip karang untuk menjalankan fungsi metaboliknya atau sebagai pembangun blok-blok dalam rangkaian protein, lemak dan karbohidrat. Apabila terjadi ledakan satu jenis fitoplankton maka kesempatan zooxanthellae untuk berfotosintesis semakin kecil sehingga tidak ada materi organik (nutrisi) yang dapat digunakan spesies karang untuk menjalankan hidupnya yang pada akhirnya menyebabkan menurunnya kesehatan terumbu karang hingga kematian karang.
Sebagai suatu ekosistem, terumbu karang memiliki komponen-komponen sebagaimana ekosistem lain yaitu komponen biotik dan abiotik. Komponen-komponen tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Keterkaitan antar komponen-komponen tersebut sangat erat sehingga perubahan salah satu komponen dapat berakibat pada berubahnya kondisi ekosistem. Berkaca pada pencemaran yang telah dijelaskan sebelumnya maka kematian terumbu karang dapat diasumsikan hilangnya salah satu komponen biotik di suatu ekosistem. Berkurang atau punahnya salah satu spesies tersebut dapat berakibat terjadinya alur tropik dalam jaring makanan yang tidak konsisten sehingga memicu terjadinya kelabilan ekosistem. Adanya rantai makanan yang terputus (missing link) dapat memicu munculnya spesies-spesies asing (exotic species) atau bioinvasi.
Peristawa algae bloom’s (eutrofikasi) juga dapat menyebabkan kematian pada spesies ikan. Pada 1979-1982 di Skotlandia, kematian ikan salmon meningkat karena adanya ledakan spesies Olisthodiscus sp. dan Chattonella sp. Selain itu, tahun 1978 di Inggris terjadi peningkatan kematian biota laut akibat melimpahnya Gyrodinium aureolum. Jenis ikan karang yang ada di Indonesia diperkirakan sebanyak 592 spesies. Sejumlah 736 spesies ikan karang dari 254 genera di temukan di perairan Pulau Komoodo. Sementara itu di Kepulauan Raja Ampat terdapat kenaekaragaman spesies ikan karang tertinggi di dunia, sedikitnya terdapat 970 spesies. Akan tetapi, jumlah spesies ikan karang mulai menurun seiring dengan menurunnya angka produktivitas ekosistem terumbu karang. Suatu penelitian mengenai eutrofikasi di pantai terluar Long Island pada tahun 1986 menyebutkan bahwa setiap liter air mengandung 1.000.000.000 sel alga jenis Aurecoccus anophogefferens selama musim panas sehingga terjadi penurunan penetrasi cahaya ke dasar laut.
Secara kumulatif, ancaman-ancaman dari eskploitasi berlebihan, perubahan tata guna lahan, pencemaran, dan pembangunan pesisir, bersama dengan efek perubahan iklim global, memberi gambaran ketidakpastian masa depan ekosistem terumbu karang. Walaupun sudah diketahui secara luas bahwa terumbu karang sudah sangat terancam, informasi yang berkenaan dengan ancaman-ancaman tertentu di area yang spesifik sangatlah terbatas. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas serta dana yang memadai untuk melakukan pengelolaan efektif pada ekosistem terumbu karang. Karena banyak tekanan pada terumbu karang yang berakar dari masalah sosial dan ekonomi, pengelolaan juga harus melihat aspek lain selain aspek biologi dimana upaya yang perlu ditekankan adalah pengentasan kemiskinan, mata pencaharian alternatif, perbaikan pemerintahan, dan peningkatan kepedulian masyarakat akan nilai terumbu karang serta ancaman yang dihadapinya.
Akibat Yang Ditimbulkan
Berkurang atau punahnya salah satu spesies tersebut dapat berakibat terjadinya alur tropik dalam jaring makanan yang tidak konsisten sehingga memicu terjadinya kelabilan ekosistem. Adanya rantai makanan yang terputus (missing link) dapat memicu munculnya spesies-spesies asing (exotic species) atau bioinvasi (Sunarto, 2006).
Peristawa algae bloom’s (eutrofikasi) juga dapat menyebabkan kematian pada spesies ikan. Pada 1979-1982 di Skotlandia, kematian ikan salmon meningkat karena adanya ledakan spesiesOlisthodiscus sp. dan Chattonella sp. Selain itu, tahun 1978 di Inggris terjadi peningkatan kematian biota laut akibat melimpahnya Gyrodinium aureolum (Sindermann, 2006). Jenis ikan karang yang ada di Indonesia diperkirakan sebanyak 592 spesies. Sejumlah 736 spesies ikan karang dari 254 genera di temukan di perairan Pulau Komoodo. Sementara itu di Kepulauan Raja Ampat terdapat kenaekaragaman spesies ikan karang tertinggi di dunia, sedikitnya terdapat 970 spesies (Sunarto, 2006). Akan tetapi, jumlah spesies ikan karang mulai menurun seiring dengan menurunnya angka produktivitas ekosistem terumbu karang. Suatu penelitian mengenai eutrofikasi di pantai terluar Long Island pada tahun 1986 menyebutkan bahwa setiap liter air mengandung 1.000.000.000 sel alga jenisAurecoccus anophogefferens selama musim panas sehingga terjadi penurunan penetrasi cahaya ke dasar laut (Sindermann, 2006).
Faktor- Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Perkembangan Ekosistem Terumbu Karang
a.       Suhu
Secara global, sebarang terumbu karang dunia dibatasi oleh permukaan laut yang isoterm pada suhu 20 °C, dan tidak ada terumbu karang yang berkembang di bawah suhu 18 °C. Terumbu karang tumbuh dan berkembang optimal pada perairan bersuhu rata-rata tahunan 23-25 °C, dan dapat menoleransi suhu sampai dengan 36-40 °C.
b.      Salinitas
Terumbu karang hanya dapat hidup di perairan laut dengan salinitas air yang tetap di atas 30 ‰ tetapi di bawah 35 ‰ Umumnya terumbu karang tidak berkembang di perairan laut yang mendapat limpasan air tawar teratur dari sungai besar, karena hal itu berarti penurunan salinitas. Contohnya di delta sungai Brantas (Jawa Timur). Di sisi lain, terumbu karang dapat berkembang di wilayah bersalinitas tinggi seperti Teluk Persia yang salinitasnya 42 %.
c.       Cahaya dan Kedalaman
Kedua faktor tersebut berperan penting untuk kelangsungan proses fotosintesis oleh zooxantellae yang terdapat di jaringan karang. Terumbu yang dibangun karang hermatipik dapat hidup di perairan dengan kedalaman maksimal 50-70 meter, dan umumnya berkembang di kedalaman 25 meter atau kurang. Titik kompensasi untuk karang hermatipik berkembang menjadi terumbu adalah pada kedalaman dengan intensitas cahaya 15-20% dari intensitas di permukaan.
d.      Kecerahan
Faktor ini berhubungan dengan penetrasi cahaya. Kecerahan perairan tinggi berarti penetrasi cahaya yang tinggi dan ideal untuk memicu produktivitas perairan yang tinggi pula.
e.       Gelombang
Gelombang merupakan faktor pembatas karena gelombang yang terlalu besar dapat merusak struktur terumbu karang, contohnya gelombang tsunami. Namun demikian, umumnya terumbu karang lebih berkembang di daerah yang memiliki gelombang besar. Aksi gelombang juga dapat memberikan pasokan air segar, oksigen, plankton, dan membantu menghalangi terjadinya pengendapan pada koloni atau polip karang.
f.       Arus
Faktor arus dapat berdampak baik atau buruk. Bersifat positif apabila membawa nutrien dan bahan-bahan organik yang diperlukan oleh karang dan zooxanthellae, sedangkan bersifat negatif apabila menyebabkan sedimentasi di perairan terumbu karang dan menutupi permukaan karang sehingga berakibat pada kematian karang.
g.      Sedimen
Karang umumnya tidak tahan terhadap sedimen. Karena sedimen merupakan faktor pembatas yang potensial bagi sebaran karang di daerah dimana suhu cocok untuk hewan ini.
H.    Peraturan Pemerintah tentang ekosistem terumbu karang
Pengrusakan terumbu karang tersebut khususnya yang disebabkan oleh aktivitas manusia, merupakan tindakan inkonstitusional alias melanggar hukum. Dalam UU 1945 pasal 33 ayat 3 dinayatakan, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Pasal 33 ayat 3 ini merupakan landasarn yuridis dan sekaligus merupakan arah bagi pengaturan terhadap hal yang berkaitan dengan sumberdaya terumbu karang. Selain itu salah satu tujuan dari Strategi Konservasi Dunia 1980 adalah menetapkan terumbu karang sebagai sistem ekologi dan penyangga kehidupan yang penting untuk kelangsungan hidup manusia dan pembangunan berkelanjutan. Karena itu, terumbu karang di sebagai salah satu sumberdaya alam yang ada di Indonesia, pengelolaannya harus di dasarkan pada peraturan – peraturan, di antaranya :
1.      UU RI No. 4/1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup
2.      UU RI No. 9/1985. Tentang perikanan
3.      UU RI No. 5/1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistem
4.      UU RI No. 9/1990 Tentang Kepariwisataan
5.      Peraturan pemerintah No. 29/1986 tentang analisa dampak lingkungan
6.      Keputusan menteri kehutanan No. 687/Kpts.II/1989 tanggal 15 Nopember 1989 tentang pengusaha hutan wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Hutan Laut
7.      Surat edaran Menteri PPLH No. 408/MNPPLH/4/1979, tentang larangan pengambilan batu karang yang dapat merusak lingkungan ekosistem laut, situjukan kepada Gubenur Kapala Daerah, Tingkat I di seluruh Indonesia.
8.      Surat Edaran Direktur Jenderal Perikanan No. IK.220/D4.T44/91, tentang penangkapan ikan dengan bahan/alat terlarang – ditujukan kepada Kepala Dinas Perikanan Propinsi Daerah Tingkat I di seluruh Indonesia

I.       Cara Menanggulangi dan Melestarikan Kerusakan Terumbu Karang
Beberapa aktivitas manusia yang harus dilakukan agar mencegah kerusakan terumbu karang:
1.      Tidak membuang sampah ke laut dan pantai yang dapat mencemari air laut
2.      Tidak membawa pulang ataupun menyentuh terumbu karang saat menyelam, satu sentuhan saja dapat membunuh terumbu karang
3.      Tidak melakukan pemborosan air, semakin banyak air yang digunakan maka semakin banyak pula limbah air yang dihasilkan dan dibuang ke laut.
4.      Tidak menggunakan pupuk dan pestisida buatan, seberapapun jauh letak pertanian tersebut dari laut residu kimia dari pupuk dan pestisida buatan pada akhinya akan terbuang ke laut juga.
5.      Tidak membuang jangkar pada pesisir pantai secara tidak sengaja akan merusak terumbu karang yang berada di bawahnya.
6.      Mengatur populasi predator terumbu karang, seperti sejenis siput drupella.
7.      Tidak melakukan penambangan secara sembarangan
8.      Tidak melakukan pembangunan pemukiman diareal sekitar terumbu karang
9.      Tidak melakukan reklamasi pantai secara sembarangan
10.  Menjaga kondisi perairan agar bebas dari polusi
11.  Tidak melakukan penangkapan ikan dengan cara yang salah, seperti pemakaian bom ikan
J.       Cara Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Terhadap Terumbu Karang?
Kerusakan terumbu karang yang diakibatkan oleh aktivitas manusia harus sedapat mungkin di cegah, karena akan sangat berdampak pada terganggunya ekosistem lainnya dan menurunnya produksi ikan yang merupakan sumber protein hewani bagi kemaslahatan umat manusia. Untuk maksud tersebut masyarakat maupun stakeholders perlu diajak untuk duduk bersama dengan menyatukan visi dan misi sehingga wilayah pesisir dan lautan dapat dikelola secara terpadu dan berkelanjutan.
Visi pengelolaan terumbu karang yaitu terumbu karang merupakan sumber pertumbuhan ekonomi yang harus dikelola dengan bijaksana, terpadu dan berkelanjutan dengan memelihara daya dukung dan kualitas lingkungan melalui pemberdayaan masyarakat dan stakeholders (pengguna) guna memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat dan pengguna secara berkelanjutan (sustainable).
Dalam upaya untuk mewujudkan visi tersebut maka ada empat tujuan pokok (1) tujuan sosial, yaitu meningkatkan kesadaran masyarakat dan stakeholders mengenai pentingnya pengelolaan terumbu karang secara terpadu dan berkelanjutan (2) tujuan konservasi ekologi yaitu melindungi dan memelihara ekosistem terumbu karang untuk menjamin pemanfaatan secara optimal dan berkelanjutan, (3) tujuan ekonomi yaitu meningkatkan pemanfaatan ekosistem terumbu karang secara efisien dan berkelanjutan untuk memperbaiki kesejateraan masyarakat dan stakeholders serrta pembangunan ekonomi, (4) tujuan kelembagaan yaitu menciptakan sistem dan mekanisme kelembagaan yang profesional, efektif dan efisien dalam merencanakan dan mengelola terumbu karang secara terpadu dan optimal.
Pemulihan kerusakan terumbu karang merupakan upaya yang paling sulit untuk dilakukan, serta memakan biaya tinggi dan waktu yang cukup lama. Upaya pemulihan yang bisa dilakukan adalah zonasi dan rehabilitasi terumbu karang.
1.      Zonasi
Pengelolaan zonasi pesisir bertujuan untuk memperbaiki ekosistem pesisir yang sudah rusak. Pada prinsipnya wilayah pesisir dipetakan untuk kemudian direncanakan strategi pemulihan dan prioritas pemulihan yang diharapkan. Pembagian zonasi pesisir dapat berupa zona penangkapan ikan, zona konservasi maupun lainnya sesuai dengan kebutuhan/pemanfaatan wilayah tersebut, disertai dengan zona penyangga karena sulit untuk membatasi zona-zona yang telah ditetapkan di laut. Ekosistem terumbu karang dapat dipulihkan dengan memasukkannya ke dalam zona konservasi yang tidak dapat diganggu oleh aktivitas masyarakat sehingga dapat tumbuh dan pulih secara alami.
2.      Rehabilitasi
Pemulihan kerusakan terumbu karang dapat dilakukan dengan melakukan rehabilitasi aktif, seperti meningkatkan populasi karang, mengurangi algae yang hidup bebas, serta meningkatkan ikan-ikan karang.
a.       Meningkatkan populasi karang
Peningkatan populasi karang dapat dilakukan dengan meningkatkan rekruitmen, yaitu membiarkan benih karang yang hidup menempel pada permukaan benda yang bersih dan halus dengan pori-pori kecil atau liang untuk berlindung; menambah migrasi melalui transplantasi, serta mengurangi mortalitas dengan mencegahnya dari kerusakan fisik, penyakit, hama dan kompetisi.
b.      Mengurangi alga yang hidup bebas.
Pengurangan populasi alga dapat dilakukan dengan cara membersihkan karang dari alga dan meningkatkan hewan pemangsa alga.
c.       Meningkatkan ikan-ikan karang
Populasi ikan karang dapat ditingkatkan dengan meningkatkan rekruitmen, yaitu dengan meningkatkan ikan herbivora dan merehabilitasi padang lamun sebagai pelindung bagi ikan-ikan kecil; meningkatkan migrasi atau menambah stok ikan, serta menurunkan mortalitas jenis ikan favorit.
K.    Metode Pengambilan Terubu Karang
Beberapa metode yang umum digunakan oleh peneliti dalam menggambarkan kondisi terumbu karang adalah:
1. Metode Transek Garis
2. Metode Transek Kuadrat
3. Metode Manta Tow
4. Metode Transek Sabuk (Belt transect)
Berikut akan kita coba menjelaskan secara ringkas masing-masing metode tersebut:
a.       Metode Transek garis
             Prinsip: menggunakan suatu garis transek yang diletakan diatas koloni karang.
Transek garis digunakan untuk menggambarkan struktur komunitas karang dengan melihat tutupan karang hidup, karang mati, bentuk substrat (pasir, lumpur), alga dan keberadaan biota lain. Spesifikasi karang yang diharapkan dicatat adalah berupa bentuk tumbuh karang (life form) dan dibolehkan bagi peneliti yang telah memiliki keahlian untuk mencatat karang hingga tingkat genus atau spesies.
Pemilihan lokasi survei harus memenuhi persyaratan keterwakilan komunitas karang di suatu pulau. Biasanya penentuan ini dilakukan setelah dilakukan pemantauan dengan metode Manta Tow.
Peralatan yang dibutuhkan dalam survei ini adalah rol meter, peralatan scuba, alat tulis bawah air, tas nilon, palu dan pahat untuk mengambil sampel karang yang belum bisa diidentifikasi, dan kapal.
Garis transek dimulai dari kedalaman dimana masih ditemukan terumbu karang batu (± 25 m) sampai di daerah pantai mengikuti pola kedalaman garis kontur. Umumnya dilakukan pada tiga kedalaman yaitu 3 m, 5 m dan 10 m, tergantung keberadaan karang pada lokasi di masing-masing kedalaman. Panjang transek digunakan 30 m atau 50 m yang penempatannya sejajar dengan garis pantai pulau.
Pengukuran dilakukan dengan tingkat ketelitian mendekati centimeter. Dalam penelitian ini satu koloni dianggap satu individu. Jika satu koloni dari jenis yang sama dipisahkan oleh satu atau beberapa bagian yang mati maka tiap bagian yang hidup dianggap sebagai satu individu tersendiri. Jika dua koloni atau lebih tumbuh di atas koloni yang lain, maka masing-masing koloni tetap dihitung sebagai koloni yang terpisah. Panjang tumpang tindih koloni dicatat yang nantinya akan digunakan untuk menganalisa kelimpahan jenis. Kondisi dasar dan kehadiran karang lunak, karang mati lepas atau masif dan biota lain yang ditemukan di lokasi juga dicatat.
Cara pemasangan Transek garis (LIT)
Kelebihan
Kekurangan
Akurasi data dapat diperoleh dengan baik
Membutuhkan tenaga peneliti yang banyak
Data yang diperoleh lebih banyak dan lebih baik seperti struktur komunitas seperti persentase tutupan karang hidup/karang mati, kekayaan jenis, dominasi, frekuensi kehadiran, ukuran koloni dan keanekaragaman jenis dapat disajikan secara lebih menyeluruh
Dituntut keahlian peneliti dalam identifikasi karang, minimal life form dan sebaliknya genus atau spesies
Struktur komunitas biota yang berasosiasi dengan terumbu karang juga dapat disajikan dengan baik
Survei membutuhkan waktu yang lama
Peneliti dituntut sebagai penyelam yang baik
Biaya yang dibutuhkan juga relatif lebih besar

b.      Metode Transek Kuadrat (Quadrat Transek)
Metoda transek kuadrat digunakan untuk memantau komunitas makrobentos di suatu perairan. Pada survei karang, pengamatan biasanya meliputi kondisi biologi, pertumbuhan, tingkat kematian dan rekruitmen karang di suatu lokasi yang ditandai secara permanen. Survei biasanya dimonitoring secara rutin. Pengamatan didukung dengan pengambilan underwater photo sesuai dengan ukuran kuadrat yang ditetapkan sebelumnya. Pengamatan laju sedimentasi juga sangat diperlukan untuk mendukung data tentang laju pertumbuhan dan tingkat kematian karang yang diamati.
Peralatan yang dibutuhkan adalah kapal kecil, peralatan scuba, tanda kuadrat 1 m x 1 m dan sudah dibagi setiap 10 cm, kaliper, GPS dan underwater camera.
Data yang diperoleh dengan metoda ini adalah persentase tutupan relatif, jumlah koloni, frekuensi relatif dan keanekaragaman jenis.

Kelebihan
Kekurangan
·         Data yang diperoleh lengkap dengan mengambar posisi biota yang ditemukan pada kuadrat, dengan bantuan underwater photo
·         Sumber informasi yang bagus dalam pemantauan laju pertumbuhan, tingkat kematian, laju rekruitmen
·         Proses kerjanya lambat dan membutuhkan waktu lebih lama.
·         Peralatan yang digunakan tidak praktis dan susah bekerja pada lokasi yang berarus
·         Metode ini cocok hanya pada luasan perairan yang kecil
·         Sedimen trap tidak bisa ditinggal dalam waktu lama dan tidak efektif pada daerah yang berarus

c.       Metode Manta Tow
Metode Manta Tow adalah suatu teknik pengamatan terumbu karang dengan cara pengamat di belakang perahu kecil bermesin dengan menggunakan tali sebagai penghubung antara perahu dengan pengamat (Gambar 1). Dengan kecepatan perahu yang tetap dan melintas di atas terumbu karang dengan lama tarikan 2 menit, pengamat akan melihat beberapa obyek yang terlintas serta nilai persentase penutupan karang hidup (karang keras dan karang lunak) dan karang mati.

Teknik Manta Taw
         Peralatan yang Digunakan
Untuk melakukan pengamatan terumbu karang dengan menggunakan metode Manta Tow ini diperlukan peralatan sebagai berikut :
Kaca mata selam (masker), Alat bantu pernapasan di permukaan air (snorkel), Alat bantu renang di kaki (fins), Perahu bermotor (minimal 5 PK), Papan manta (manta board) yang berukuran panjang 60 cm, lebar 40cm, dan tebal 2 cm, Tali yang panjangnya 20 meter dan berdiameter 1 cm,  Pelampung kecil, Papan plastik putih yang permukaannya telah dikasarkan dengan kertas pasir, Pensil, Penghapus, Stop watch/jam, Global Positioning System (GPS)
                         Prosedur Umum Manta Tow
Pengamat ditarik di antara rataan terumbu karang dan tubir (reef edge), dengan kecepatan yang tetap yaitu antara 3  5 km/jam atau seperti orang yang berjalan lambat. Bila ada faktor lain yang menghambat seperti arus perairan yang kencang maka kecepatan perahu dapat ditambah sesuai dengan tanda dari si pengamat yang berada di belakang perahu. Pengamatan terumbu karang dilakukan selama 2 menit, kemudian berhenti beberapa saat untuk memberikan waktu bagi pengamat mencatat data beberapa kategori yang terlihat selama 2 menit pengamatan tersebut ke dalam tabel data yang tersedia di papan manta. Setelah mendapat tanda dari pengamat maka pengamatan dilanjutkan lagi selama 2 menit, begitu seterusnya sampai selesai pada batas lokasi terumbu karang yang diamati.
Kelebihan
Kekurangan
Mudah dipraktikan
Survey secara tidak sengaja dapat dilakukan pada lokasi diluar terumbu karang
Biaya yang dibutuhkan tidak terlalu mahal
Kemungkinan ada objek yang terlewatkan

d.      Metode Transek Sabuk (BELT TRANSECT)
Transek sabuk digunakan untuk mengambarkan kondisi populasi suatu jenis karang yang mempunyai ukuran relatif beragam atau mempunyai ukuran maksimum tertentu misalnya karang dari genus Fungia. Metoda ini bisa juga untuk mengetahui keberadaan karang hias (jumlah koloni, diameter terbesar, jumlah jenis) di suatu daerah terumbu karang.
Panjang transek yang digunakan ada 10 m dan lebar satu m, pengamatan keberadaan karang hias yang pernah dilakukan oleh lembaga ICRWG (Indonesia Coral Reef Working Group) menggunakan panjang transek 30 m dan lebar dua meter (satu m sisi kiri dan kanan meteran transek). Pencatatan dilakukan pada semua individu yang menjadi tujuan penelitian, yang berada pada luasan transek.
Kelebihan
Kekurangan
Pencatatan data jumlah individu lebih teliti
Waktu yang dibutuhkan cukup lama
Data yang diperoleh mempunyai akurasi yang cukup tinggi dan dapat menggambarkan struktur populasi karang
Membutuhkan keahlian untuk mengidentifikasi karang secara langsung dan dibutuhkan penyelaman yang baik







             BAB III
           PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Ekosistem terumbu karang adalah tempat tinggal bagi ribuan binatang dan tumbuhan yang banyak diantaranya memiliki nilai ekonomi tinggi. Berbagai jenis binatang mencari makan dan berlindung di ekosistem ini. Ekosistem terumbu karang juga merupakan laboratorium alam yang sangat unik untuk berbagai kegiatan penelitian yang dapat mengungkapkan penemuan yang berguna bagi kehidupan manusia.
2.      keberadaan terumbu karang di dunia khususnya di indonesia mulai terancam. Di indonesia persentase perusakan terumbu karang tiap tahunnya menunjukan kenaikan yang signifikan, dalam kurun waktu 4 tahun (2004-2008) 34% terumbu karang di indonesia berkondisi sangat buruk, dan ironisnya hanya 3 % terumbu karang yang dalam keadaan sangat baik.
• Faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan teumbu karang
1) Faktor alam
2) Pengendapan sedimen
3) Aliran air yang tercemar
4) Pemanasan suhu bumi
5) Uji coba militer
6) Eksploitasi yang berlebihan
7) Asal melempar jangkar
3.      Ancaman utama terhadap terumbu karang adalah pembangunan daerah pesisir, polusi laut, sedimentasi dan pencemaran dari darat, overfishing (penangkapan sumberdaya berlebih), destruktif fishing (penangkapan ikan dengan cara merusak), dan pemutihan karang ( coral bleaching ) akibat pemanasan global.
4.      Cara pencegahan untuk mengurangi pencemaran terhadap terumbu karang dapat dilakuakn dengan dua hal yaitu dengan Zonasi dan Rehabilitasi.


DAFTAR PUSTAKA
Bengen, D. G. 2002. Sinopsis Ekosistem Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut serta Prinsip Pengelolaannya. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor, Bogor
Dahuri, R. 2003. Keanekragaman Hayati Laut. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Dahuri, Rokhim, 1999, Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Terumbu Karang, Lokakarya Pengelolaan dan IPTEK Terumbu Karang Indonesia, Jakarta.
Suharsono. 1996.Jenis-Jenis Karang Yang Umum Dijumpai di Perairan Indonesia. Jakarta: LIPI
Supriharyono. 2007. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir dan Laut Tropis. Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Thamrin. 2006. Karang ( Biologi Reproduksi dan Ekologi ). Minamandiri Pres, Pekanbaru
Anonim. 2008. Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Perkembangan Terumbu Karang (Coral Reef).http://www.ubb.ac.id Diakses 22 November 2014 pukul 21.00
Anonim. 2012. http://nikitakelautan2010.wordpress.com/2012/04/01/ekosistem-terumbu-karang/. Htm, Diakses 22 November 2014 21.25 wib