MAKALAH EKOLOGI
(PENGELOLAAN TERUMBU KARANG)
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur
Mata Kuliah Ekologi
Dosen Pengampu : Dr. Dewi Cahyani, MM, M.Pd
Disusun Oleh :
Kiki Amalia
Lu’lu’ Mukhoyyaroh
Ratna Komala
Ratu Kencana W
Kelompok 1
Biologi B/V
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
IAIN SYEKH
NURJATI CIREBON
2014
KATA PENGANTAR
Puji
syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas anugrahNYA,
saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “pengelolaan ekosistem
terumbu karang”.
Makalah
ini saya buat yaitu untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ekologi. Dengan selesainya pembuatan makalah ini saya berharap
dapat memberikan informasi yang berguna dan bermanfaat untuk pengembangan
wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang Ekologi.
Saya
juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun karena saya tahu
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Cirebon, 22 November 2014
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang
menjapai 17.508 pulau dengan luas lautnya sekitar 3,1 juta km2 Wilayah
lautan yang luas tersebut menjadikan Indonesia mempunyai kekayaan dan
keanekaragaman hayati terbesar di dunia, salah satunya adalah ekosistem terumbu
karang. Terumbu karang merupakan ekosistem khas daerah tropis dengan
pusat penyebaran di wilayah Indo-Pasifik. Diperkirakan luas terumbu karang yang
terdapat di perairan Indonesia adalah lebih dari 60.000 km2, yang tersebar luas
dari perairan Kawasan Barat Indonesia sampai Kawasan Timur Indonesia (Walters,
1994 dalam Suharsono, 1998).
Potensi sumberdaya alam kelautan ini tersebar di seluruh Indonesia
dengan beragam nilai dan fungsi, antara lain nilai rekreasi (wisata
bahari), nilai produksi (sumber bahan pangan dan ornamental) dan nilai
konservasi (sebagai pendukung proses ekologis dan penyangga kehidupan di daerah
pesisir, sumber sedimen pantai dan melindungi pantai dari ancaman abrasi)
(Fossa dan Nilsen, 1996). Ditinjau dari aspek ekonomi, ekosistem terumbu karang
menjadi tumpuan hidup bagi masyarakat pesisir di sekitarnya (Suharsono, 1998).
Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang
penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di
dalam ekosistem terumbu karang ini pada umumnya hidup lebih dari 300 jenis
karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh
jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun dan biota lainnya (Dahuri,
2000). Terumbu karang bisa dikatakan sebagai hutan tropis ekosistem laut.
Ekosistem ini terdapat di laut dangkal yang hangat dan bersih dan merupakan
ekosistem yang sangat penting dan memiliki keanekaragaman hayati yang sangat
tinggi.
B.
Rumusan
masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan terumbu karang?
2.
Apa
saja jenis-jenis terumbu karang?
3.
Bagaimana
keadaan Terumbu Karang di Indonesia?
4.
Apa penyebab
terumbu karang menjadi aset utama keindahan dan kekayaan laut Indonesia?
5.
Bagaimana
strategi mengelola terumbu karang?
6.
Apa
manfaat terumbu karang bagi kehidupan?
7.
Faktor
Penyebab Kerusakan terumbu karang, Jenis Pencemar,dan Pengaruh Pencemaran Terhadap
Terumbu Karang Lingkungan terhadap Keberadaan Terumbu Karang?
8.
Bagaimana
peraturan pemerintah tentang ekosistem terumbu karang?
9.
Bagaimana
cara menanggulangi dan melestarikan kerusakan terumbu karang?
10.
Bagaimana
Cara Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Terhadap Terumbu Karang?
C.
Tujuan
1.
Mengertahui
pengertian dari terumbu karang
2.
Mengetahui
jenis-jenis terumbu karang
3.
Mengetahui
keadaan terumbu karang di Indonesia
5.
Mengetahui
penyebab terumbu karang menjadi asset utama keindahan dan kekayaan laut di
Indonesia
6.
Mengetahui
manfaat terumbu karang bagi kehidupan
7.
Mengetahui
Faktor Penyebab Kerusakan terumbu karang, Jenis Pencemar,dan Pengaruh
Pencemaran Terhadap Terumbu Karang Lingkungan terhadap Keberadaan Terumbu
Karang
8.
Mengetahui
peraturan pemerintah tentang ekosistem terumbu karang
9.
Mengetahui
cara menanggulangi dan melestarikan kerusakan terumbu karang
10.
Mengetahui
Cara Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Terhadap Terumbu Karang.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Terumbu karang
adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga
yang disebut zooxanhellae. Terumbu karang termasuk dalam jenis filum Cnidaria
kelas Anthozoa yang memiliki tentakel. Kelas Anthozoa tersebut terdiri dari dua
Subkelas yaitu Hexacorallia (atau Zoantharia) dan Octocorallia, yang keduanya
dibedakan secara asal-usul, Morfologi dan Fisiologi.Koloni karang dibentuk oleh
ribuan hewan kecil yang disebut Polip. Dalam bentuk sederhananya, karang
terdiri dari satu polip saja yang mempunyai bentu.Namun pada
kebanyakan Spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak
individu yang disebut koloni. Hewan ini memiliki bentuk unik dan warna beraneka
rupa serta dapat menghasilkan CaCO3. Terumbu karang merupakan habitat bagi
berbagai spesiestumbuhan laut, hewan laut, dan mikroorganisme laut lainnya yang
belum diketahui.
Terumbu karang
secara umum dapat dinisbatkan kepada struktur fisik beserta ekosistem yang
menyertainya yang secara aktif membentuk sedimen kalsium karbonat akibat
aktivitas biologi(biogenik) yang berlangsung di bawah permukaan laut. Bagi ahli
geologi, terumbu karang merupakan struktur batuan sedimen dari kapur (kalsium
karbonat) di dalam laut, atau disebut singkat dengan terumbu. Bagi ahli biologi
terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang dibentuk dan didominasi oleh
komunitas koral.
Dalam peristilahan ‘terumbu karang’, “karang” yang dimaksud adalah koral, sekelompok hewan dari ordo Scleractinia yang menghasilkan kapur sebagai pembentuk utama terumbu.
Dalam peristilahan ‘terumbu karang’, “karang” yang dimaksud adalah koral, sekelompok hewan dari ordo Scleractinia yang menghasilkan kapur sebagai pembentuk utama terumbu.
Terumbu adalah
batuan sedimen kapur di laut, yang juga meliputi karang hidup dan karang mati
yang menempel pada batuan kapur tersebut. Sedimentasi kapur di terumbu dapat
berasal dari karang maupun dari alga. Secara fisik terumbu karang adalah
terumbu yang terbentuk dari kapur yang dihasilkan oleh karang Di Indonesia
semua terumbu berasal dari kapur yang sebagian besar dihasilkan koral Kerangka
karang mengalami erosi dan terakumulasi menempel di dasar terumbu.
Terumbu karang
pada umumnya hidup di pinggir pantai atau daerah yang masih terkena cahaya
matahari kurang lebih 50 m di bawah permukaan laut. Beberapa tipe terumbu
karang dapat hidup jauh di dalam laut dan tidak memerlukan cahaya, namun
terumbu karang tersebut tidak bersimbiosis dengan zooxanhellae dan tidak
membentuk karang.
Ekosistem
terumbu karang sebagian besar terdapat di perairan tropis, sangat sensitif
terhadap perubahan lingkungan hidupnya terutama suhu, salinitas, sedimentasi,
Eutrofikasi dan memerlukan kualitas perairan alami (pristine). Demikian halnya
dengan perubahan suhu lingkungan akibat pemanasan global yang melanda perairan
tropis di tahun 1998 telah menyebabkan pemutihan karang (coral bleaching) yang
diikuti dengan kematian massal mencapai 90-95%. Selama peristiwa pemutihan
tersebut, rata-rata suhu permukaan air di perairan Indonesia adalah 2-3 °C di
atas suhu normal.Kondisi optimum.Untuk dapat bertumbuh dan berkembang biak
secara baik, terumbu karang membutuhkan kondisi lingkungan hidup yang optimal,
yaitu pada suhu hangat sekitar di atas 20oC.
Terumbu karang
juga memilih hidup pada lingkungan perairan yang jernih dan
tidak berpolusi.Hal ini dapat berpengaruh pada penetrasi cahaya oleh
terumbu karang.
Beberapa terumbu karang membutuhkan cahaya matahari untuk melakukan kegiatan fotosintesis. Polip-polip penyusun terumbu karang yang terletak pada bagian atas terumbu karang dapat menangkap makanan yang terbawa arus laut dan juga melakukan fotosintesis. Oleh karena itu, oksigen-oksigen hasil fotosintesis yang terlarut dalam air dapat dimanfaatkan oleh spesies laut lainnya.Hewan karang sebagai pembangun utama terumbu adalah organisme laut yang efisien karena mampu tumbuh subur dalam lingkungan sedikit nutrien (oligotrofik).
Beberapa terumbu karang membutuhkan cahaya matahari untuk melakukan kegiatan fotosintesis. Polip-polip penyusun terumbu karang yang terletak pada bagian atas terumbu karang dapat menangkap makanan yang terbawa arus laut dan juga melakukan fotosintesis. Oleh karena itu, oksigen-oksigen hasil fotosintesis yang terlarut dalam air dapat dimanfaatkan oleh spesies laut lainnya.Hewan karang sebagai pembangun utama terumbu adalah organisme laut yang efisien karena mampu tumbuh subur dalam lingkungan sedikit nutrien (oligotrofik).
B.
Jenis-jenis
terumbu karang
1.
Berdasarkan
kemampuan memproduksi kapur
a.
Karang
hermatipik
Karang
hermatifik adalah karang yang dapat membentuk bangunan karang yang dikenal
menghasilkan terumbu dan penyebarannya hanya ditemukan di daerah tropis. Karang
hermatipik bersimbiosis mutualisme dengan zooxanthellae, yaitu sejenis algae
uniseluler (Dinoflagellata unisuler), seperti Gymnodinium microadriatum, yang
terdapat di jaringan-jaringan polip binatang karang dan melaksanakan
Fotosintesis. Dalam simbiosis, zooxanthellae menghasilkan oksigen dan senyawa
organik melalui fotosintesis yang akan dimanfaatkan oleh karang, sedangkan
karang menghasilkan komponen inorganik berupa nitrat, fosfat dan karbon
dioksida untuk keperluan hidup zooxanthellae Hasil samping dari aktivitas ini
adalah endapan kalsium karbonat yang struktur dan bentuk bangunannya khas. Ciri
ini akhirnya digunakan untuk menentukan jenis atau spesies binatang karang.
Karang
hermatipik mempunyai sifat yang unik yaitu perpaduan antara sifat hewan dan
tumbuhan sehingga arah pertumbuhannya selalu bersifat Fototropik positif.
Umumnya jenis karang ini hidup di perairan pantai /laut yang cukup dangkal
dimana penetrasi cahaya matahari masih sampai ke dasar perairan tersebut.
Disamping itu untuk hidup binatang karang membutuhkan suhu air yang hangat
berkisar antara 25-32 °C.
b.
Karang
ahermatipik
Karang ahermatipik tidak menghasilkan terumbu dan ini merupakan
kelompok yang tersebar luas diseluruh dunia.
2.
Berdasarkan
bentuk dan tempat tumbuh
a.
Terumbu
(reef)
Endapan
masif batu kapur (limestone), terutama kalsium karbonat (CaCO3), yang utamanya
dihasilkan oleh hewan karang dan biota-biota lain, seperti alga berkapur, yang
mensekresi kapur, seperti alga berkapur dan Mollusca. Konstruksi batu kapur
biogenis yang menjadi struktur dasar suatu ekosistem pesisir. Dalam dunia
navigasi laut, terumbu adalah punggungan laut yang terbentuk oleh batuan kapur
(termasuk karang yang masuh hidup)di laut dangkal.
b.
Karang
(koral)
Disebut juga
karang batu (stony coral), yaitu hewan dari Ordo Scleractinia, yang mampu
mensekresi CaCO3. Karang batu termasuk ke dalam Kelas Anthozoa yaitu anggota
Filum Coelenteratayang hanya mempunyai stadium polip. Dalam proses pembentukan
terumbu karang maka karang batu (Scleratina) merupakan penyusun yang paling
penting atau hewan karang pembangun terumbu. Karang adalah hewan klonal yang
tersusun atas puluhan atau jutaan individu yang disebut polip. Contoh makhluk
klonal adalah tebu atau bambu yang terdiri atas banyak ruas.
c.
Karang
terumbu
Pembangun utama
struktur terumbu, biasanya disebut juga sebagai karang hermatipik (hermatypic
coral) atau karang yang menghasilkan kapur. Karang terumbu berbeda dari karang
lunak yang tidak menghasilkan kapur, berbeda dengan batu karang (rock) yang
merupakan batu cadas atau batuan vulkanik.
d.
Terumbu
Karang
Ekosistem di
dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur
(CaCO3) khususnya jenis¬-jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama
dengan biota yang hidup di dasar lainnya seperti jenis¬-jenis moluska,
Krustasea, Echinodermata, Polikhaeta, Porifera, dan Tunikata serta biota-biota
lain yang hidup bebas di perairan sekitarnya, termasuk jenis-jenisPlankton dan
jenis-jenis nekton.
3.
Berdasarkan
Letak
a.
Terumbu
karang tepi
Terumbu karang
tepi atau karang penerus atau fringing reefs adalah jenis terumbu karang paling
sederhana dan paling banyak ditemui di pinggir pantai yang terletak di daerah
tropis. Terumbu karang tepi berkembang di mayoritas pesisir pantai dari
pulau-pulau besar. Perkembangannya bisa mencapai kedalaman 40 meter dengan
pertumbuhan ke atas dan ke arah luar menuju laut lepas. Dalam proses
perkembangannya, terumbu ini berbentuk melingkar yang ditandai dengan adanya
bentukan ban atau bagian endapan karang mati yang mengelilingi pulau. Pada
pantai yang curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah secara vertikal.
Contoh: Bunaken (Sulawesi), Pulau Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali).
Contoh: Bunaken (Sulawesi), Pulau Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali).
b.
Terumbu
karang penghalang
Secara umum,
terumbu karang penghalang atau barrier reefs menyerupai terumbu karang tepi,
hanya saja jenis ini hidup lebih jauh dari pinggir pantai. Terumbu karang ini
terletak sekitar 0.5¬2 km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh perairan
berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang membentuk lagoon (kolom air) atau celah
perairan yang lebarnya mencapai puluhan kilometer. Umumnya karang penghalang
tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan membentuk gugusan pulau
karang yang terputus-putus.
Contoh: Batuan Tengah (Bintan, Kepulauan Riau), Spermonde (Sulawesi Selatan), Kepulauan Banggai (Sulawesi Tengah).
Contoh: Batuan Tengah (Bintan, Kepulauan Riau), Spermonde (Sulawesi Selatan), Kepulauan Banggai (Sulawesi Tengah).
c.
Terumbu
karang datar
Terumbu karang
datar atau gosong terumbu (patch reefs), kadang-kadang disebut juga sebagai
pulau datar (flat island). Terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke
permukaan dan, dalam kurun waktu geologis, membantu pembentukan pulau datar.
Umumnya pulau ini akan berkembang secara horizontal atau vertikal dengan
kedalaman relatif dangkal.Contoh: Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Kepulauan
Ujung Batu (Aceh)
4.
Berdasarkan
zonasi
a.
Terumbu
yang mengadap angina
Terumbu yang
menghadap angin (dalam bahasa Inggris: Windward reef) Windward merupakan sisi
yang menghadap arah datangnya angin. Zona ini diawali oleh lereng terumbu yang
menghadap ke arah laut lepas. Di lereng terumbu, kehidupan karang melimpah pada
kedalaman sekitar 50 meter dan umumnya didominasi oleh karang lunak. Namun,
pada kedalaman sekitar 15 meter sering terdapat teras terumbu yang memiliki
kelimpahan karang keras yang cukup tinggi dan karang tumbuh dengan
subur.Mengarah ke dataran pulau atau gosong terumbu, di bagian atas teras
terumbu terdapat penutupan alga koralin yang cukup luas di punggungan bukit
terumbu tempat pengaruh gelombang yang kuat. Daerah ini disebut sebagai
pematang alga. Akhirnya zona windward diakhiri oleh rataan terumbu yang sangat
dangkal.
b.
Terumbu
yang membelakangi angina
Terumbu yang
membelakangi angin (Leeward reef) merupakan sisi yang membelakangi arah
datangnya angin. Zona ini umumnya memiliki hamparan terumbu karang yang lebih
sempit daripadawindward reef dan memiliki bentangan goba (lagoon) yang cukup
lebar.[1] Kedalaman goba biasanya kurang dari 50 meter, namun kondisinya kurang
ideal untuk pertumbuhan karang karena kombinasi faktor gelombang dan sirkulasi
air yang lemah serta sedimentasi yang lebih besar.
Penghuni Terumbu Karang
1. Tumbuh- tumbuhan
Ganggang (alga) merupakan suatu kelompok
tumbuh-tumbuhan yang besar dan beraneka ragam yang biasanya terdapat di dalam
lingkungan akuatik. Mereka adalah produsen primer, seperti yang telah
diterangkan, mampu menangkap energi surya dan mnggunakannya untuk menghasilkan
gula dan senyawa majemuk lainnya dengan menyimpan energi.Lamun adalah salah
satu vegetasi yang hidup di sekitar terumbu karang. Lamun mempunyai manfaat
sebagai perangkap sedimen.
2. Avertebrata
Hewan karang dari filum Cnidaria merupakan
kelompok- kelompok utama dari dunia hewan yang sangat penting dalam ekologi
terumbu karang. Filum Cnidaria itu dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu hydroid,
ubur- ubur dan Anthozoa.
Berbagai jenis cacing hidup di terumbu
karang. Kebanyakkan memiliki ukuran kecil dan tidak kelihatan. Cacing berperan
dalam proses erosi yang dilakukan oleh hewan secara alami, yang disebut
bioerosi, dari batuan kapur menjadi pecahan kapur sampai ke pasir dengan
mliang pada batuan tadi.Crustacea merupakan klompok yang amat terkenal dari
filum Arthropoda yang hidup dalam terumbu karang. Mereka terdiri dari teritip,
kepiting, udang, lobster dan udang karang.Banyak hewan Crustacea ini
mempunyai hubungan khusus dengan hwan lain di terumbu karang. Teritip menempel
pada beberapa substrat seperti penyu dan kepiting; udang pembersih dengan
beberapa ikan; atau udang kecil bwarna dengan anemone.
Molusca menyumbangkan cukup banyak kapur
kepada ekosistem terumbu yang merupakan penyumbang penting terbentuknya pasir
laut. Keanekaragaman Mollusca memainkan peranan penting di dalam jaringan
makanan terumbu karang yang rumit ini. Mereka juga menjadi dasar bagi
perdagangan besar cangkang hias dan penunjang utama perikanan kerang dan cumi-
cumi.
Echinodermata adalah penghuni perairan dangkal
dan umumnya terdapat di terumbu karang dan padang lamun. Bintang laut yang
omnivora memakan apa saja mulai dari sepon, teritip, keong dan kerang.Teripang
mendiami sebagain besar terumbu karang dan memakan alga dan detritus dasar.
Mereka mempunyai alami sedikit dan manusia barangkali yang menjadi pemangsa
yang rakus.
3. Ikan Karang
Ikan karang terbagi dalam 3 (tiga) kelompok
yaitu:
a. Ikan target yaitu ikan-ikan yang lebih dikenal oleh
nelayan sebagai ikan konsumsi seperti Famili Serranide, Lutjanidae, Haemulidae,
Lethrinidae
b. Kelompok jenis
indikator yaitu ikan yang digunakan sebagai indikator bagi kondisi kesehatan
terumbu karang di suatu perairan seperti Famili Chaetodontidae
c. Kelompok ikan yang berperan dalam rantai makanan, karena
peran lainnya belum diketahui seperti Famili Pomacentridae, Scaridae,
Acanthuridae, Caesionidae, Siganidae, Muliidae, Apogonidae (Adrim, 1993).
Banyak ikan yang mempunyai daerah hidup di
terumbu karang dan jarang dari ikan-ikan tersebut keluar daerahnya untuk
mencari makanan dan tempat perlindungan. Batas wilayah ikan tersebut didasarkan
pada pasokan makananan, keberadaan predator, daerah tempat hidup, dan daerah
pemijahan.
4. Reptilia
Reptiilia yang terdapat pada ekosistem
terumbu karang hanya dua kelompok yaitu, ular laut dan penyu. Dua klompok ini
terancam punah. Ular ditangkap untuk kulitnya, dan penyu terutama untuk
telurnya.
C.
Keadaan
Terumbu Karang di Indonesia
Terumbu karang
merupakan sekumpulan hewan karang yang saling bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan
alga. Kumpulan karang dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut polip,
polip ini kemudian berkembang hingga jutaan dan terbentuklah struktur dasar
dari terumbu karang. Di perairan indonesia yang notabene merupakan perairan
tropis, karang dapat tumbuh subur karena suhu perairannya berkisar antara 21 –
29 derajat celcius, sementara bila di perairan yang suhunya lebih rendah
pertumbuhan karang akan lebih lambat. Selain di perairan tropis, karang pun
dapat tumbuh subur di perairan subtropis contohnya di jepang selatan dan florida
amerika.
Sebagai negara maritim, indonesia memiliki kekayaan biota laut yang sangat beragam. salah satu kekayaan biota laut yang terdapat di indonesia adalah terumbu karang. Bahkan indonesia merupakan negara yang memiliki terumbu karang terkaya di dunia.
Sekitar 85.200 km2 atau 18% dari seluruh terumbu karang di dunia yang jumlahnya 284.300 km2 berada di hamparan dalam samudra di indonesia. Negara kita ini memiliki 93 ribu km2 wilayah perairan yang di dalamnya terdapat 4000 jenis hewan laut (ikan dan udang-udangan), 600 jenis batu karang,dan 2500 jenis moluska.
Kita sebagai warga negara indonesia patut berbangga karena indonesia juga termasuk wilayah Coral triangel atau segitiga karang dunia yang menjadi pusat ekosistem keragaman laut di dunia. Raja ampat, papua barat merupakan kawasan penyumbang terumbu karang terbesar di indonesia dan sekaligus menjadi kepulawan dengan jenis terumbu karang terbanyak di dunia, yang memiliki hampir 500 lebih jenis karang dan 100 spesies ikan laut. Selain itu masih ada wilayah yang memiliki jenis terumbu karang yang banyak antara lain, Kepulawan derawan, kalimantan timur; Kep.wakatobi, Sultra; nusa penida,bali; yang masing-masing memiliki kekayaan terumbu karang yang tidak kalah bagus.
Sebagai negara maritim, indonesia memiliki kekayaan biota laut yang sangat beragam. salah satu kekayaan biota laut yang terdapat di indonesia adalah terumbu karang. Bahkan indonesia merupakan negara yang memiliki terumbu karang terkaya di dunia.
Sekitar 85.200 km2 atau 18% dari seluruh terumbu karang di dunia yang jumlahnya 284.300 km2 berada di hamparan dalam samudra di indonesia. Negara kita ini memiliki 93 ribu km2 wilayah perairan yang di dalamnya terdapat 4000 jenis hewan laut (ikan dan udang-udangan), 600 jenis batu karang,dan 2500 jenis moluska.
Kita sebagai warga negara indonesia patut berbangga karena indonesia juga termasuk wilayah Coral triangel atau segitiga karang dunia yang menjadi pusat ekosistem keragaman laut di dunia. Raja ampat, papua barat merupakan kawasan penyumbang terumbu karang terbesar di indonesia dan sekaligus menjadi kepulawan dengan jenis terumbu karang terbanyak di dunia, yang memiliki hampir 500 lebih jenis karang dan 100 spesies ikan laut. Selain itu masih ada wilayah yang memiliki jenis terumbu karang yang banyak antara lain, Kepulawan derawan, kalimantan timur; Kep.wakatobi, Sultra; nusa penida,bali; yang masing-masing memiliki kekayaan terumbu karang yang tidak kalah bagus.
Sayangnya,
keberadaan terumbu karang di dunia khususnya di indonesia mulai teancam. Di
indonesia saja persentase perusakan terumbu karang tiap tahunnya menunjukan
kenaikan yang signifikan, dalam kurun waktu 4 tahun (2004-2008) 34% terumbu
karang di indonesia berkondisi sangat buruk, dan ironisnya hanya 3 % terumbu
karang yang dalam keadaan sangat baik.Data yang muncul mengisyaratkan
apabila tidak diambil langkah-langkah progresif, dapat dipastikan laju
degradasi terumbu karang di negara kita akan semakin menghawatirkan, bila tidak
ingin dikatakan mengarah punah. Artinya, harus ada upaya nasional untuk
mengentikan laju kerusakannya. Jika tidak, degradasi terumbu karang dikuatirkan
akan semakin luas dan besar yang konsekuensinya juga akan berdampak secara
ekologis maupun ekonomis bagi Indonesia sendiritentunya.
Karenanya seluruh elemen harus menyadari bahwa menjaga kelestarian sumber daya kelautan berarti merupakan suatu upaya penting dalam menjamin produktivitas sumber daya perikanan. Sekali lagi harus disadari, manfaat terumbu karang bagi manusia amat menakjubkan. Selain merupakan aset wisata bahari, juga berfungsi benteng alami pantai dari gempuran ombak, bahkan sumber makanan dan obat-obatan. Tak heran, jika ratusan juta orang hidupnya sangat bergantung pada terumbu karang di coral triangle.
Di Indonesia saja, nilai ekonomis terumbu karang tak bergeser dari angka US$1,6 miliar per tahun. Memang, angka ini masih rendah ketimbang nilai ekonomis terumbu karang di dunia sebesar US$29,8 miliar dari makanan, perikanan, keanekaragaman, dan wisata bahari. Namun, angka ekonomis terumbu karang di Indonesia lebih besar dibandingkan di Hawai yang sebesar US$361 juta bagi nonekstratif dan sebanyak US$3 juta bagi perikanan pesisir.Jadi, bisa dibayangkan berapa kerugian material yang timbul akibat rusaknya terumbu karang yang merupakan tempat vital bagi ekosistem perikanan, begitu juga kerugian non material berupa rusaknya ekosistem laut yang tentunya amat berdampak bagi kehidupan kita.
Karenanya seluruh elemen harus menyadari bahwa menjaga kelestarian sumber daya kelautan berarti merupakan suatu upaya penting dalam menjamin produktivitas sumber daya perikanan. Sekali lagi harus disadari, manfaat terumbu karang bagi manusia amat menakjubkan. Selain merupakan aset wisata bahari, juga berfungsi benteng alami pantai dari gempuran ombak, bahkan sumber makanan dan obat-obatan. Tak heran, jika ratusan juta orang hidupnya sangat bergantung pada terumbu karang di coral triangle.
Di Indonesia saja, nilai ekonomis terumbu karang tak bergeser dari angka US$1,6 miliar per tahun. Memang, angka ini masih rendah ketimbang nilai ekonomis terumbu karang di dunia sebesar US$29,8 miliar dari makanan, perikanan, keanekaragaman, dan wisata bahari. Namun, angka ekonomis terumbu karang di Indonesia lebih besar dibandingkan di Hawai yang sebesar US$361 juta bagi nonekstratif dan sebanyak US$3 juta bagi perikanan pesisir.Jadi, bisa dibayangkan berapa kerugian material yang timbul akibat rusaknya terumbu karang yang merupakan tempat vital bagi ekosistem perikanan, begitu juga kerugian non material berupa rusaknya ekosistem laut yang tentunya amat berdampak bagi kehidupan kita.
D.
Terumbu
Karang Sebagai Aset Keindahan dan Kekayaan laut Indonesia
Ekosistem
terumbu karang merupakan gudang persediaan makanan dan bahan obat-obatan bagi
manusia di masa kini maupun di masa mendatang. Selain itu keindahannya juga
menjadi daya tarik yang bisa menjadi sumber devisa bagi negara melalui kegiatan
pariwisata. Wisata bahari Indonesia tengah berkembang pesat dan ekosistem
terumbu karang merupakan salah satu aset utamanya. Ekosistem terumbu karang
adalah tempat tinggal bagi ribuan binatang dan tumbuhan yang banyak diantaranya
memiliki nilai ekonomi tinggi. Berbagai jenis binatang mencari makan dan
berlindung di ekosistem ini. Berjuta penduduk Indonesia bergantung sepenuhnya
pada ekosistem terumbu karang sebagai sumber pencaharian. Jumlah produksi ikan,
kerang dan kepiting dari ekosistem terumbu karang secara lestari di seluruh
dunia dapat mencapai 9 juta ton atau sedikitnya 12% dari jumlah tangkapan
perikanan dunia. Sumber perikanan yang ditopang oleh ekosistem terumbu karang
memiliki arti penting bagi masyarakat setempat yang pada umumnya masih memakai
alat tangkap tradisional.
Selain nilai
ekonominya, ekosistem terumbu karang juga merupakan laboratorium alam yang
sangat unik untuk berbagai kegiatan penelitian yang dapat mengungkapkan
penemuan yang berguna bagi kehidupan manusia. Beberapa jenis spongs, misalnya,
merupakan binatang yang antara lain terdapat di ekosistem terumbu karang yang
berpotensi mengandung bahan bioakif yang dapat dijadikan bahan obat-obatan
antara lain untuk penyembuhan penyakit kanker. Selain itu binatang karang
tertentu yang mengandung kalsium karbonat telah dipergunakan untuk pengobatan
tulang rapuh. Fungsi lain dari ekosistem terumbu karang yang hidup di dekat
pantai ialah memberikan perlindungan bagi berbagai properti yang ada di kawasan
pesisir dari ancaman pengikisan oleh ombak dan arus.
E.
Strategi
mengelola terumbu karang
Pengelolaan
terumbu karang bisa dilakukan dengan berbagai pendekatan. White and
Alcala (1988) dalam Sondita dan Bachtiar (2002) mengelompokan
pendekatan dasar menjadi 7 macam yaitu:
1.
Membagi wilayah. Pendekatan konservasi ini membagi
terumbu karang menjadi beberapa macam wilayah yang digunakan untuk
bermacam-macam keperluan dan level penggunaan.
2.
Menutup temporer. Konservasi dilakukan dengan cara
menutup terumbu selama bererapa waktu (minggu, bulan) pada musim reproduksi
hewan atau tanaman yang penting untuk dilindungi.
3.
Menutup dan membuka selama beberapa waktu.
Pendekatan ini membolehkan penggunaan terumbu karang selama beberapa waktu yang
diselingi oleh penutupan untuk mengembalikan terumbu dari dampak penggunaannya.
4.
Menutup permanen suatu wilayah kecil yang terpilih (
suaka laut/perikanan).
5.
Menentukan suatu level penggunaan yang
dipebolehkan. Jika melewati daya dukungnya, penggunaan terumbu karang
yang berlebihan dapat bersifat merusak. Oleh karena itu, pengaturan
tentang batas maksimal penyelam perhari atau batas penangkapan ikan per tahun
merupakan aturan pengelolaan yang perlu dipikirkan.
6.
Melarang atau membatasi alat-alat eksploitasi yang tidak
dapat diterima. Misalnya, jaring yang berukuran kecil atau muro-ami yang batunya
menyentuh terumbu.
7.
Membuat batas-batas ukuran penangkapan. Pengambilan
spesies-spesies yang diijinkan diatur dengan ketentuan batas-batas maksimum
atau minimum untuk menjamin bahwa biota yang boleh ditangkap sempat bertelur
sebelum mati.
F.
Manfaat
terumbu karang bagi kehidupan
Terumbu karang
bagi kehidupan manusia sangatlah berarti. Banyak potensi-potensi yang
dihasilkan oleh terumbu karang bagi kehidupan laut maupun manusia. Berikut
merupakan fungsi-fungsi dari terumbu karang.
1.
Pelindung
ekosistem pantai
Dari segi fisik
terumbu karang berfungsi sebagai pelindung pantai dari erosi dan abrasi,
struktur karang yang keras dapat menahan gelombang dan arus sehingga mengurangi
abrasi pantai dan mencegah rusaknya ekosistim pantai lain seperti padang lamun
dan magrove.
2.
Rumah
bagi banyak jenis mahluk hidup di laut
Terumbu karang
bagaikan oase di padang pasir untuk lautan. Karenanya banyak hewan dan tanaman
yang berkumpul di sini untuk mencari makan, memijah, membesarkan anaknya, dan
berlindung. Bagi manusia, ini artinya terumbu karng mempunyai potensial
perikanan yang sangat besar, baik untuk sumber makanan maupun mata pencaharian
mereka. Diperkirakan, terumbu karang yang sehat dapat menghasilkan 25 ton ikan
per tahunnya. Sekitar 500 juta orang di dunia menggantungkan nafkahnya pada
terumbu karang, termasuk didalamnya 30 juta yang bergantung secara total pada
terumbu karang sebagai penhidupan.
3.
Sumber
Obat-obatan
Pada terumbu
karang banyak terdapat bahan-bahan kimia yang diperkirakan bisa menjadi obat
bagi manusia. Saat ini banyak penelitian mengenai bahan-bahan kimia tersebut
untuk dipergunakan untuk mengobati berbagai manusia.
4.
Objek
wisata
Terumbu karang
yang bagus akan menarik minat wisatawan sehingga meyediakan alternatif
pendapatan bagi masyarakat sekitar. Diperkirakan sekitra 20 juta penyelam,
menyelam dan menikmati terumbu karang per tahun.
5.
Daerah
Penelitian
Penelitian akan
menghasilkan informasi penting dan akurat sebagai dasar pengelolaan yang lebih
baik. Selain itu, masih banyak jenis ikan dan organisme laut serta zat-zat yang
terdapat di kawasan terumbu karang yang belum pernah diketahui manusia sehingga
perlu penelitian yang lebih intensif untuk mengetahui ‘misteri’ laut tersebut.
6.
Mempunyai
nilai spiritual
Bagi banyak
masyarakat, laut adalah daerah spiritual yang sangat penting, Laut yang terjaga
karena terumbu karang yang baik tentunya mendukung kekayaan spiritual ini.
7.
Sumber
mata pencaharian
Banyak orang
yang menggantungkan hidupnya pada terumbu karang. Tentu saja mnjadikan terumbu
karang sebagai sumber mata pencarian harus di ikuti dengan rasa tanggung jawab
sehingga tidak terjadi eksploitasi yang terlalu berlebihan. Selain itu terumbu
karang juga dapat menjadi objek wisata yang tentunya dapat menambah pundi-pundi
rupiah dari wisatawan.
Selain diatas manfaat
terumbu karang lainnya adalah :
1.
Dari segi
ekonomi ekosistem terumbu karang memiliki nilai estetika dan tingkat
keanekaragaman biota yang tinggi yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber
makanan, bahan obat – obatan ataupun sebagai objek wisata bahari.
2.
Ditinjau
dari fungsi ekologisnya, terumbu karang yang sangat penting dalam menjaga
keseimbangan lingkungan dan menyumbangkan stabilitas fisik, yaitu mampu menahan
hempasan gelombang yang kuat sehingga dapat melindungi pantai dari abrasi
3.
Adapun dari
sisi social ekonomi, terumbu karang adalah sumber perikanan yang produktif
sehingga dapat meningkatkan pendapatan nelayan, penduduk pesisir, dan devisa
Negara yang berasal dari devisa perikanan dan pariwisata.
G.
Faktor
Penyebab Kerusakan ,Jenis Pencemar,dan Pengaruh Pencemaran Terhadap Terumbu
Karang, Lingkungan terhadap Keberadaan Terumbu Karang
Kerusakan
terumbu karang bisa terjadi karena faktor alam dan faktor manusia. Berikut
penyebab kerusakan karang meliputi :
1.
Faktor
alam
Misalnya
hempasan ombak yang mematahkan karang atau ikan dan hewan laut lainya yang
menjadikan karang sebagai mangsanya. Akan tetapi, regenerasi dan pertumbuhan
karang menggantikan kerusakan ini.
2.
Pengendapan
sedimen
Pengendapan
yang berasal dari sedimen tanah yang tererosi karena penebangan hutan, sehingga
tanah tersebut terbawa ke laut dan menutupi karang dari sinar matahari
3.
Aliran
air yang tercemar
Aliran air yang
sudah dicemari oleh limbah sisa pembuangan dapat lambat laun akan membuat
karang mati. Bahan pencemar bisa berasal dari berbagai sumber, diantaranya
adalah limbah pertanian, perkotaan, pabrik, pertambangan dan minyak.
4.
Pemanasan
suhu bumi
Pemanasan suhu
bumi dikarenakan pelepasan karbon dioksida (CO2) ke udara. Tingginya kadar CO2
diudara berpotensi meningkatan suhu secara global. yang dapat mengakibatkan
naik nya suhu air laut sehingga karang menjadi memutih (bleaching) seiring
dengan perginya zooxanthelae dari jaringan kulit karang, jika terjadi terus
menerus maka pertumbuhan terumbu karang terhambat dan akan mati.
5.
Uji
coba militer
Latihan militer
yang dilakukan sering tidak memperhatikan keadaan lingkungan sekitarnya.
Pengujian bahan peledak dan radiasi nuklir memiliki potensi meningkatkan
kerusakan terumbu karang serta menyebabkan mutasi pada terumbu karang.
6.
Eksploitasi
yang berlebihan
Kebanyakan
nelayan tidak mengerti pentingnya karan bagi kehidupan, sehingga eksploitasi
besar-besaran sering dilakukan, penambangan terumbu karang tentu perlu di awasi
karena dampaknya yang bisa menghancurkan bahkan menghilangkan spesies terumbu
karang.
7.
Asal
melempar jangkar
Para nelayan
bahkan perahu sewaan terkadang menambatkan jangkar di sembarang tempat. Jangkar
yang di jatuhkan sembarangan dapat merusakc terumbukarang.
Faktor-
faktor yang Merusak Terumbu Karang
Indonesia memang kaya akan keanekaragaman hayati nya termasuk di
laut. Karena Indonesia termasuk negara kepulauan. Saat ini salah satu ekosistem
yang memiliki peranan penting yaitu terumbu karang, kini mulai rusak. Hal ini
disebabkan oleh :
a. Pengendapan
kapur
Pengendapan kapur dapat berasal dari penebangan pohon yang dapat
mengakibatkan pengikisan tanah (erosi) yang akan terbawa kelaut dan
menutupi karang sehingga karang tidak dapat tumbuh karena sinar matahari
tertutup oleh sedimen.
b. Aliran
air tawar
Aliran air tawar yang terus menerus dapat membunuh karang, air
tawar tersebut dapat berasal dari pipa pembuangan, pipa air hujan ataupun
limbah pabrik yang tidak seharusnya mengalir ke wilayah terumbu karang.
c. Berbagai jenis limbah dan sampah
Bahan pencemar bisa berasal dari berbagai sumber, diantaranya
adalah limbah pertanian, perkotaan, pabrik, pertambangan dan perminyakan.
d. Pemanasan
suhu bumi
Pemanasan suhu bumi dikarenakan pelepasan karbon dioksida (CO2)
ke udara. Tingginya kadar CO2 diudara berpotensi meningkatan suhu secara global.
yang dapat mengakibatkan naik nya suhu air laut sehingga karang menjadi memutih
(bleaching) seiring dengan perginya zooxanthelae dari jaringan kulit
karang, jika terjadi terus menerus maka pertumbuhan terumbu karang terhambat
dan akan mati.
e. Cara
tangkap yang merusak
Cara tangkap yang merusak antara lain penggunaan muro-ami, racun
dan bahan peledak.
f. Penambangan
dan pengambilan karang
Pengambilan dan penambangan karang umumnya digunakan sebagai
bahan bangunan. Penambangan karang berpotensi menghancurkan ribuan meter
persegi terumbu dan mengubah terumbu menjadi gurun pasir bawah air.
g. Penambatan
jangkar dan berjalan pada terumbu
Nelayan dan wisatawan seringkali menambatkan jankar perahu pada
terumbu karang. Jangkar yang dijatuhkan dan ditarik diantara karang maupun
hempasan rantainya yang sangat merusak koloni karang.
h. Serangan bintang laut berduri
Bintang laut berduri adalah sejenis bintang laut besar pemangsa
karang yang permukaanya dipenuhi duri. Ia memakan karang dengan cara
manjulurkan bagian perutnya ke arah koloni karang, untuk kemudian mencerna dan
membungkus polip-polip karang dipermukaan koloni tersebut.
Pengaruh Pencemaran Lingkungan terhadap Terumbu Karang
Indonesia telah
berkembang ke arah tercapainya tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi, sehingga
sektor industri dapat menjadi lebih efektif sebagai sarana utama untuk
mendorong pembangunan ekonomi, meningkatkan kemampuan teknologi dan
mengoptimumkan pemanfaatan sumberdaya ekonomi. Di samping itu, hal tersebut
juga ditujukan pada peningkatan persaingan industri dan kemampuan untuk
menghasilkan produk yang bermutu tinggi, yang mampu menembus pasar
internasional, menggalakkan pertumbuhan industri kecil dan menengah, termasuk
industri pedesaan; dan memperluas pembagian industri daerah, terutama di
Indonesia Timur, sehingga pusat pertumbuhan ekonomi dapat dikembangkan di
seluruh daerah sesuai potensinya.
Pembangunan
pertambangan ditujukan ke arah peningkatan produksi dan diversifikasi produk
pertambangan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku dan sumberdaya energi primer,
peningkatan ekspor, dan terpenuhinya kebutuhan masyarakat lainnya. Produksi
tahunan minyak bumi (minyak mentah dan kondensat) adalah sekitar 600 juta
barel, dengan ekspor sekitar 300 juta. Ekspor minyak murni adalah sekitar 80
juta barel per tahun. Produksi tahunan gas alam adalah sekitar 3.000 milyar
kaki kubik dengan konsumsi lokal sebesar sekitar 2.800 milyar kaki kubik.
Produksi Gas Alam Cair (LNG) adalah sekitar 1,4 milyar MMBTL, sebagian besar
diekspor. Produksi LPG adalah sekitar 2,9 juta ton dan sekitar 2,6 juta
diekspor.
Sayangnya
kemajuan industri dan teknologi tidak hanya memberikan dampak positif, tetapi
juga mampu menimbulkan efek negatif khususnya pada lingkungan. Efek negatif
yang kerap kali menurunkan kuantitas dan kualitas lingkungan adalah pencemaran
dimana hal tersebut berpengaruh pula pada eksistensi ekosistem terumbu karang.
Pencemaran laut karena minyak bumi tumpah ke laut dapat terjadi karena
pemindahan minyak bumi dari kapal ke kapal, dari kapal ke pelabuhan atau
sebaliknya, dari penyulingan minyak, dan dari pencucian kapal tanker.Minyak
yang tertumpah di laut akan mengalami absorbsi, pertukaran ion, penguapan dan
pengendapan. Selain itu, tumpahan minyak akan tersebar di permukaan air laut.
Ikawati (2001) mengemukakan bahwa sebagian tumpahan minyak di permukaan akan
terseret ke pantai saat ada arus angin sedangkan yang melekat pada sedimen akan
tenggelam ke dasar laut dan mengenai karang. Tumpahan tersebut dapat merusak
atau menyebabkan kematian karang. Sebenarnya tumpahan minyak ini tidak dapat
melekat begitu saja pada karang, tetapi tergantung efektifitas reaksi
pembersihan karang (jenis karang) dan jenis pencemar.
Sebagai contoh,
pada sebuah percobaan di laboratorium, Thompson dan Bright (1977) membandingkan
kemampuan tiga spesies karang (Diploria strigosa, Montastrea annularis,
M.cavernosa) dengan memindahkan empat tipe sedimen dari permukaan mereka. Empat
tipe sedimen yang digunakan pada perlakuan tersebut adalah lumpur pengeboran,
barite, bentonite, dan CaCO3. Percobaan dilakukan dengan menambahkan 25 ml
adukan sedimen pada permukaan karang. Meskipun hasil mengindikasikan adanya
tingkatan variasi pada pembersihan karang, tetapi semua karang yang diujikan
dapat membersihkan barite, bentonite dan CaCO3 secara efektif dan tidak satupun
spesies dapat membersihkan lumpur pengeboran secara keseluruhan.Bahan pencemar
lain yang dikenal berpengaruh terhadap kehidupan terumbu karang adalah tailing.
Limbah tailing berasal dari batu-batuan dalam tanah yang telah dihancurkan
hingga menyerupai bubur kental. Proses itu dikenal dengan sebutan proses
penggerusan. Batuan yang mengandung mineral seperti emas, perak, tembaga dan
lainnya, diangkut dari lokasi galian menuju tempat pengolahan yang disebut
processing plant. Di tempat itu proses penggerusan dilakukan. Setelah bebatuan
hancur menyerupai bubur biasanya dimasukkan bahan kimia tertentu seperti
sianida atau merkuri, agar mineral yang dicari mudah terpisah. Mineral yang
berhasil diperoleh biasanya berkisar antara 2% sampai 5% dari total batuan yang
dihancurkan. Sisanya sekitar 95% sampai 98% menjadi tailing, dan dibuang ke
tempat pembuangan.
Logam-logam
yang berada dalam tailing sebagian adalah logam berat yang masuk dalam kategori
limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Sembiring (2010) mengemukakan bahwa
tailing menyebar ke daerah yang lebih dangkal dan produktif secara biologis
sehingga mendatangkan lebih banyak masalah dari yang diperkirakan yaitu
mengusir spesies ikan yang berpindah-pindah, menyebabkan kerusakan permanen di
dasar laut, memusnahkan spesies asli, menghilangkan organisme langka dan
mengurangi keanekaragaman organisme termasuk terumbu karang.Limbah merupakan
polutan utama yang berasal dari anak sungai. Limbah pencemar tersebut dapat
mengandung pestisida, herbisida, klhorin, logam berat dan limbah organik
lainnya. Materi-materi tersebut dapat menyebabkan tingginya nilai BOD
(Biological Oxygen Demand) dan meracuni ekosistem pesisir termasuk terumbu
karang (Nganro, 2009). Melalui penelitiannya, Yudha (2007) mengemukakan bahwa
kandungan fosfat, sulfida, dan logam berat seperti Pb, Hg, Cu dan Cd di
perairan laut Bandar Lampung, yang dekat dengan pabrik-pabrik dan industri
rumah tangga, terdapat dalam jumlah yang melebihi baku mutu yang ditetapkan
untuk kehidupan biota laut. Hal tersebut semakin menegaskan bahwa kegiatan
manusia merupakan penyebab terbesar kerusakan terumbu karang.
Wilkinson
(1993) menduga bahwa sekitar 10 % dari terumbu karang dunia telah hancur dan
saat ini kondisi terumbu karang dunia dapat diklasifikasikan dalam 3 (tiga)
katagori :
1.
Kritis
(critical). Sekitar 30 % dari terumbu karang berada pada tingkat kritis dan
akan hilang dalam waktu 10 -20 tahun kemudian jika tekanan antropogenik tidak
berkurang atau dihilangkan
2.
Terancam
(threatened). Sekitar 30% te rumbu karang dikategorikan terancam dan akan
tampak pada 20-40 tahun, jika populasi dan tekanan yang ditimbulkannya terus
bertambah
3.
Stabil
(stable). Hanya sekitar 30 % dari terumbu karang dunia berada dalam kondisi
stabil dan diharapkan akan bertahan dalam waktu yang sangat lama.
Menurut
Nybakken (1988), untuk dapat memulihkan habitat terumbu karang dibutuhkan waktu
yang cukup lama, yaitu antara 50 hingga 100 tahun, tergantung dari kualitas
perairan, tingkat tekanan terhadap lingkungan, letak terumbu karang yang akan
menjadi sumber penghasil individu karang baru, dan lain-lain. Kerusakan habitat
terumbu karang dapat menyebabkan inhibisi pertumbuhan jaringan dan rangka batu
kapur karang, metabolisme tubuh menurun, respon perilaku termodifikasi, produksi
mukus berlebih, kemampuan reproduksi melemah, serta hilangnya Zooxanthellae.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa keberadaan herbivora dan vertebrata laut mempengaruhi kesehatan terumbu karang. Vertebrata laut sangat penting dalam hal pendegradasian biomassa suatu spesies (Aronson, 2007). Akan tetapi, meningkatnya polutan organik merupakan tanda bahwa lokasi tersebut kaya akan unsur hara (nutrien) dan kelimpahan nutrien yang tidak terkendali akan menyebabkan peristiwa eutrofikasi yaitu ledakan populasi dari suatu jenis fitoplankton sehingga vertebrata pendegradasi tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya karena kelimpahan fitoplankton yang begitu tinggi (Ikawati, 2001). Hal ini juga menyebabkan adanya kompetisi antara karang dengan fitoplankton tersebut untuk mendapatkan cahaya matahari sebagai bahan fotosintesis.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa keberadaan herbivora dan vertebrata laut mempengaruhi kesehatan terumbu karang. Vertebrata laut sangat penting dalam hal pendegradasian biomassa suatu spesies (Aronson, 2007). Akan tetapi, meningkatnya polutan organik merupakan tanda bahwa lokasi tersebut kaya akan unsur hara (nutrien) dan kelimpahan nutrien yang tidak terkendali akan menyebabkan peristiwa eutrofikasi yaitu ledakan populasi dari suatu jenis fitoplankton sehingga vertebrata pendegradasi tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya karena kelimpahan fitoplankton yang begitu tinggi (Ikawati, 2001). Hal ini juga menyebabkan adanya kompetisi antara karang dengan fitoplankton tersebut untuk mendapatkan cahaya matahari sebagai bahan fotosintesis.
Seperti kita
ketahui bahwa karang hidup bersimbiosis dengan zooxanthellae yang merupakan
spesies algae uniseluler. Selama fotosisntesis berlangsung, zooxanthellae
memfiksasi sejumlah besar karbon yang dilewatkan pada polip inangnya. Karbon
ini sebagian besar berbentuk gliserol termasuk glukosa dan alanin. Produk kimia
ini digunakan oleh polip karang untuk menjalankan fungsi metaboliknya atau
sebagai pembangun blok-blok dalam rangkaian protein, lemak dan karbohidrat.
Apabila terjadi ledakan satu jenis fitoplankton maka kesempatan zooxanthellae
untuk berfotosintesis semakin kecil sehingga tidak ada materi organik (nutrisi)
yang dapat digunakan spesies karang untuk menjalankan hidupnya yang pada
akhirnya menyebabkan menurunnya kesehatan terumbu karang hingga kematian
karang.
Sebagai suatu
ekosistem, terumbu karang memiliki komponen-komponen sebagaimana ekosistem lain
yaitu komponen biotik dan abiotik. Komponen-komponen tersebut saling mempengaruhi
satu sama lain. Keterkaitan antar komponen-komponen tersebut sangat erat
sehingga perubahan salah satu komponen dapat berakibat pada berubahnya kondisi
ekosistem. Berkaca pada pencemaran yang telah dijelaskan sebelumnya maka
kematian terumbu karang dapat diasumsikan hilangnya salah satu komponen biotik
di suatu ekosistem. Berkurang atau punahnya salah satu spesies tersebut dapat
berakibat terjadinya alur tropik dalam jaring makanan yang tidak konsisten
sehingga memicu terjadinya kelabilan ekosistem. Adanya rantai makanan yang
terputus (missing link) dapat memicu munculnya spesies-spesies asing (exotic
species) atau bioinvasi.
Peristawa algae
bloom’s (eutrofikasi) juga dapat menyebabkan kematian pada spesies ikan. Pada
1979-1982 di Skotlandia, kematian ikan salmon meningkat karena adanya ledakan
spesies Olisthodiscus sp. dan Chattonella sp. Selain itu, tahun 1978 di Inggris
terjadi peningkatan kematian biota laut akibat melimpahnya Gyrodinium aureolum.
Jenis ikan karang yang ada di Indonesia diperkirakan sebanyak 592 spesies.
Sejumlah 736 spesies ikan karang dari 254 genera di temukan di perairan Pulau
Komoodo. Sementara itu di Kepulauan Raja Ampat terdapat kenaekaragaman spesies
ikan karang tertinggi di dunia, sedikitnya terdapat 970 spesies. Akan tetapi,
jumlah spesies ikan karang mulai menurun seiring dengan menurunnya angka
produktivitas ekosistem terumbu karang. Suatu penelitian mengenai eutrofikasi
di pantai terluar Long Island pada tahun 1986 menyebutkan bahwa setiap liter
air mengandung 1.000.000.000 sel alga jenis Aurecoccus anophogefferens selama
musim panas sehingga terjadi penurunan penetrasi cahaya ke dasar laut.
Secara
kumulatif, ancaman-ancaman dari eskploitasi berlebihan, perubahan tata guna
lahan, pencemaran, dan pembangunan pesisir, bersama dengan efek perubahan iklim
global, memberi gambaran ketidakpastian masa depan ekosistem terumbu karang.
Walaupun sudah diketahui secara luas bahwa terumbu karang sudah sangat
terancam, informasi yang berkenaan dengan ancaman-ancaman tertentu di area yang
spesifik sangatlah terbatas. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dibutuhkan
sumber daya manusia yang berkualitas serta dana yang memadai untuk melakukan
pengelolaan efektif pada ekosistem terumbu karang. Karena banyak tekanan pada
terumbu karang yang berakar dari masalah sosial dan ekonomi, pengelolaan juga
harus melihat aspek lain selain aspek biologi dimana upaya yang perlu
ditekankan adalah pengentasan kemiskinan, mata pencaharian alternatif,
perbaikan pemerintahan, dan peningkatan kepedulian masyarakat akan nilai
terumbu karang serta ancaman yang dihadapinya.
Akibat
Yang Ditimbulkan
Berkurang atau
punahnya salah satu spesies tersebut dapat berakibat terjadinya alur tropik
dalam jaring makanan yang tidak konsisten sehingga memicu terjadinya kelabilan
ekosistem. Adanya rantai makanan yang terputus (missing link) dapat memicu
munculnya spesies-spesies asing (exotic species) atau bioinvasi (Sunarto,
2006).
Peristawa algae bloom’s (eutrofikasi) juga dapat menyebabkan kematian pada spesies ikan. Pada 1979-1982 di Skotlandia, kematian ikan salmon meningkat karena adanya ledakan spesiesOlisthodiscus sp. dan Chattonella sp. Selain itu, tahun 1978 di Inggris terjadi peningkatan kematian biota laut akibat melimpahnya Gyrodinium aureolum (Sindermann, 2006). Jenis ikan karang yang ada di Indonesia diperkirakan sebanyak 592 spesies. Sejumlah 736 spesies ikan karang dari 254 genera di temukan di perairan Pulau Komoodo. Sementara itu di Kepulauan Raja Ampat terdapat kenaekaragaman spesies ikan karang tertinggi di dunia, sedikitnya terdapat 970 spesies (Sunarto, 2006). Akan tetapi, jumlah spesies ikan karang mulai menurun seiring dengan menurunnya angka produktivitas ekosistem terumbu karang. Suatu penelitian mengenai eutrofikasi di pantai terluar Long Island pada tahun 1986 menyebutkan bahwa setiap liter air mengandung 1.000.000.000 sel alga jenisAurecoccus anophogefferens selama musim panas sehingga terjadi penurunan penetrasi cahaya ke dasar laut (Sindermann, 2006).
Peristawa algae bloom’s (eutrofikasi) juga dapat menyebabkan kematian pada spesies ikan. Pada 1979-1982 di Skotlandia, kematian ikan salmon meningkat karena adanya ledakan spesiesOlisthodiscus sp. dan Chattonella sp. Selain itu, tahun 1978 di Inggris terjadi peningkatan kematian biota laut akibat melimpahnya Gyrodinium aureolum (Sindermann, 2006). Jenis ikan karang yang ada di Indonesia diperkirakan sebanyak 592 spesies. Sejumlah 736 spesies ikan karang dari 254 genera di temukan di perairan Pulau Komoodo. Sementara itu di Kepulauan Raja Ampat terdapat kenaekaragaman spesies ikan karang tertinggi di dunia, sedikitnya terdapat 970 spesies (Sunarto, 2006). Akan tetapi, jumlah spesies ikan karang mulai menurun seiring dengan menurunnya angka produktivitas ekosistem terumbu karang. Suatu penelitian mengenai eutrofikasi di pantai terluar Long Island pada tahun 1986 menyebutkan bahwa setiap liter air mengandung 1.000.000.000 sel alga jenisAurecoccus anophogefferens selama musim panas sehingga terjadi penurunan penetrasi cahaya ke dasar laut (Sindermann, 2006).
Faktor- Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Perkembangan
Ekosistem Terumbu Karang
a. Suhu
Secara global,
sebarang terumbu karang dunia dibatasi oleh permukaan laut yang isoterm pada
suhu 20 °C, dan tidak ada terumbu karang yang berkembang di bawah suhu 18 °C.
Terumbu karang tumbuh dan berkembang optimal pada perairan bersuhu rata-rata
tahunan 23-25 °C, dan dapat menoleransi suhu sampai dengan 36-40 °C.
b.
Salinitas
Terumbu karang hanya dapat hidup di perairan
laut dengan salinitas air yang tetap di atas 30 ‰ tetapi di bawah 35 ‰ Umumnya
terumbu karang tidak berkembang di perairan laut yang mendapat limpasan air
tawar teratur dari sungai besar, karena hal itu berarti penurunan salinitas.
Contohnya di delta sungai Brantas (Jawa Timur). Di sisi lain, terumbu karang
dapat berkembang di wilayah bersalinitas tinggi seperti Teluk Persia yang
salinitasnya 42 %.
c. Cahaya dan Kedalaman
Kedua faktor tersebut berperan penting untuk
kelangsungan proses fotosintesis oleh zooxantellae yang terdapat di jaringan
karang. Terumbu yang dibangun karang hermatipik dapat hidup di perairan dengan
kedalaman maksimal 50-70 meter, dan umumnya berkembang di kedalaman 25 meter
atau kurang. Titik kompensasi untuk karang hermatipik berkembang menjadi
terumbu adalah pada kedalaman dengan intensitas cahaya 15-20% dari intensitas
di permukaan.
d. Kecerahan
Faktor ini berhubungan dengan penetrasi
cahaya. Kecerahan perairan tinggi berarti penetrasi cahaya yang tinggi dan
ideal untuk memicu produktivitas perairan yang tinggi pula.
e. Gelombang
Gelombang merupakan faktor pembatas karena
gelombang yang terlalu besar dapat merusak struktur terumbu karang, contohnya
gelombang tsunami. Namun demikian, umumnya terumbu karang lebih berkembang di
daerah yang memiliki gelombang besar. Aksi gelombang juga dapat memberikan
pasokan air segar, oksigen, plankton, dan membantu menghalangi terjadinya
pengendapan pada koloni atau polip karang.
f. Arus
Faktor arus dapat berdampak baik atau buruk.
Bersifat positif apabila membawa nutrien dan bahan-bahan organik yang
diperlukan oleh karang dan zooxanthellae, sedangkan bersifat negatif apabila
menyebabkan sedimentasi di perairan terumbu karang dan menutupi permukaan
karang sehingga berakibat pada kematian karang.
g. Sedimen
Karang umumnya tidak tahan terhadap sedimen.
Karena sedimen merupakan faktor pembatas yang potensial bagi sebaran karang di
daerah dimana suhu cocok untuk hewan ini.
H.
Peraturan
Pemerintah tentang ekosistem terumbu karang
Pengrusakan
terumbu karang tersebut khususnya yang disebabkan oleh aktivitas manusia,
merupakan tindakan inkonstitusional alias melanggar hukum. Dalam UU 1945 pasal
33 ayat 3 dinayatakan, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.Pasal 33 ayat 3 ini merupakan landasarn yuridis dan sekaligus
merupakan arah bagi pengaturan terhadap hal yang berkaitan dengan sumberdaya
terumbu karang. Selain itu salah satu tujuan dari Strategi Konservasi Dunia
1980 adalah menetapkan terumbu karang sebagai sistem ekologi dan penyangga
kehidupan yang penting untuk kelangsungan hidup manusia dan pembangunan
berkelanjutan. Karena itu, terumbu karang di sebagai salah satu sumberdaya alam
yang ada di Indonesia, pengelolaannya harus di dasarkan pada peraturan –
peraturan, di antaranya :
1.
UU
RI No. 4/1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup
2.
UU
RI No. 9/1985. Tentang perikanan
3.
UU
RI No. 5/1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistem
4.
UU
RI No. 9/1990 Tentang Kepariwisataan
5.
Peraturan
pemerintah No. 29/1986 tentang analisa dampak lingkungan
6.
Keputusan
menteri kehutanan No. 687/Kpts.II/1989 tanggal 15 Nopember 1989 tentang
pengusaha hutan wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Hutan Laut
7.
Surat
edaran Menteri PPLH No. 408/MNPPLH/4/1979, tentang larangan pengambilan batu
karang yang dapat merusak lingkungan ekosistem laut, situjukan kepada Gubenur
Kapala Daerah, Tingkat I di seluruh Indonesia.
8.
Surat
Edaran Direktur Jenderal Perikanan No. IK.220/D4.T44/91, tentang
penangkapan ikan dengan bahan/alat terlarang – ditujukan kepada Kepala Dinas
Perikanan Propinsi Daerah Tingkat I di seluruh Indonesia
I.
Cara
Menanggulangi dan Melestarikan Kerusakan Terumbu Karang
Beberapa aktivitas manusia yang harus dilakukan agar mencegah
kerusakan terumbu karang:
1.
Tidak
membuang sampah ke laut dan pantai yang dapat mencemari air laut
2.
Tidak
membawa pulang ataupun menyentuh terumbu karang saat menyelam, satu sentuhan
saja dapat membunuh terumbu karang
3.
Tidak
melakukan pemborosan air, semakin banyak air yang digunakan maka semakin banyak
pula limbah air yang dihasilkan dan dibuang ke laut.
4.
Tidak
menggunakan pupuk dan pestisida buatan, seberapapun jauh letak pertanian
tersebut dari laut residu kimia dari pupuk dan pestisida buatan pada akhinya
akan terbuang ke laut juga.
5.
Tidak
membuang jangkar pada pesisir pantai secara tidak sengaja akan merusak terumbu
karang yang berada di bawahnya.
6.
Mengatur
populasi predator terumbu karang, seperti sejenis siput drupella.
7.
Tidak
melakukan penambangan secara sembarangan
8.
Tidak
melakukan pembangunan pemukiman diareal sekitar terumbu karang
9.
Tidak
melakukan reklamasi pantai secara sembarangan
10.
Menjaga
kondisi perairan agar bebas dari polusi
11.
Tidak
melakukan penangkapan ikan dengan cara yang salah, seperti pemakaian bom ikan
J.
Cara
Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Terhadap Terumbu Karang?
Kerusakan
terumbu karang yang diakibatkan oleh aktivitas manusia harus sedapat mungkin di
cegah, karena akan sangat berdampak pada terganggunya ekosistem lainnya dan
menurunnya produksi ikan yang merupakan sumber protein hewani bagi kemaslahatan
umat manusia. Untuk maksud tersebut masyarakat maupun stakeholders perlu diajak
untuk duduk bersama dengan menyatukan visi dan misi sehingga wilayah pesisir
dan lautan dapat dikelola secara terpadu dan berkelanjutan.
Visi
pengelolaan terumbu karang yaitu terumbu karang merupakan sumber pertumbuhan
ekonomi yang harus dikelola dengan bijaksana, terpadu dan berkelanjutan dengan
memelihara daya dukung dan kualitas lingkungan melalui pemberdayaan masyarakat
dan stakeholders (pengguna) guna memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan
masyarakat dan pengguna secara berkelanjutan (sustainable).
Dalam upaya untuk
mewujudkan visi tersebut maka ada empat tujuan pokok (1) tujuan sosial, yaitu
meningkatkan kesadaran masyarakat dan stakeholders mengenai pentingnya
pengelolaan terumbu karang secara terpadu dan berkelanjutan (2) tujuan
konservasi ekologi yaitu melindungi dan memelihara ekosistem terumbu karang
untuk menjamin pemanfaatan secara optimal dan berkelanjutan, (3) tujuan ekonomi
yaitu meningkatkan pemanfaatan ekosistem terumbu karang secara efisien dan
berkelanjutan untuk memperbaiki kesejateraan masyarakat dan stakeholders serrta
pembangunan ekonomi, (4) tujuan kelembagaan yaitu menciptakan sistem dan
mekanisme kelembagaan yang profesional, efektif dan efisien dalam merencanakan
dan mengelola terumbu karang secara terpadu dan optimal.
Pemulihan
kerusakan terumbu karang merupakan upaya yang paling sulit untuk dilakukan,
serta memakan biaya tinggi dan waktu yang cukup lama. Upaya pemulihan yang bisa
dilakukan adalah zonasi dan rehabilitasi terumbu karang.
1.
Zonasi
Pengelolaan
zonasi pesisir bertujuan untuk memperbaiki ekosistem pesisir yang sudah rusak.
Pada prinsipnya wilayah pesisir dipetakan untuk kemudian direncanakan strategi
pemulihan dan prioritas pemulihan yang diharapkan. Pembagian zonasi pesisir
dapat berupa zona penangkapan ikan, zona konservasi maupun lainnya sesuai
dengan kebutuhan/pemanfaatan wilayah tersebut, disertai dengan zona penyangga
karena sulit untuk membatasi zona-zona yang telah ditetapkan di laut. Ekosistem
terumbu karang dapat dipulihkan dengan memasukkannya ke dalam zona konservasi
yang tidak dapat diganggu oleh aktivitas masyarakat sehingga dapat tumbuh dan
pulih secara alami.
2.
Rehabilitasi
Pemulihan
kerusakan terumbu karang dapat dilakukan dengan melakukan rehabilitasi aktif,
seperti meningkatkan populasi karang, mengurangi algae yang hidup bebas, serta
meningkatkan ikan-ikan karang.
a.
Meningkatkan
populasi karang
Peningkatan
populasi karang dapat dilakukan dengan meningkatkan rekruitmen, yaitu
membiarkan benih karang yang hidup menempel pada permukaan benda yang bersih dan halus dengan pori-pori
kecil atau liang untuk berlindung; menambah migrasi melalui transplantasi,
serta mengurangi mortalitas dengan mencegahnya dari kerusakan fisik, penyakit,
hama dan kompetisi.
b.
Mengurangi
alga yang hidup bebas.
Pengurangan
populasi alga dapat dilakukan dengan cara membersihkan karang dari alga dan
meningkatkan hewan pemangsa alga.
c.
Meningkatkan
ikan-ikan karang
Populasi ikan
karang dapat ditingkatkan dengan meningkatkan rekruitmen, yaitu dengan
meningkatkan ikan herbivora dan merehabilitasi padang lamun sebagai pelindung
bagi ikan-ikan kecil; meningkatkan migrasi atau menambah stok ikan, serta
menurunkan mortalitas jenis ikan favorit.
K.
Metode
Pengambilan Terubu Karang
Beberapa metode yang umum digunakan oleh peneliti dalam
menggambarkan kondisi terumbu karang adalah:
1. Metode Transek Garis
2. Metode Transek Kuadrat
3. Metode Manta Tow
4. Metode Transek Sabuk (Belt transect)
Berikut akan kita coba menjelaskan secara ringkas
masing-masing metode tersebut:
a. Metode Transek garis
Prinsip: menggunakan suatu garis
transek yang diletakan diatas koloni karang.
Transek garis
digunakan untuk menggambarkan struktur komunitas karang dengan melihat tutupan
karang hidup, karang mati, bentuk substrat (pasir, lumpur), alga dan keberadaan
biota lain. Spesifikasi karang yang diharapkan dicatat adalah berupa bentuk
tumbuh karang (life form) dan dibolehkan bagi peneliti yang telah memiliki
keahlian untuk mencatat karang hingga tingkat genus atau spesies.
Pemilihan
lokasi survei harus memenuhi persyaratan keterwakilan komunitas karang di suatu
pulau. Biasanya penentuan ini dilakukan setelah dilakukan pemantauan dengan
metode Manta Tow.
Peralatan yang
dibutuhkan dalam survei ini adalah rol meter, peralatan scuba, alat tulis bawah
air, tas nilon, palu dan pahat untuk mengambil sampel karang yang belum bisa
diidentifikasi, dan kapal.
Garis transek
dimulai dari kedalaman dimana masih ditemukan terumbu karang batu (± 25 m)
sampai di daerah pantai mengikuti pola kedalaman garis kontur. Umumnya
dilakukan pada tiga kedalaman yaitu 3 m, 5 m dan 10 m, tergantung keberadaan
karang pada lokasi di masing-masing kedalaman. Panjang transek digunakan 30 m
atau 50 m yang penempatannya sejajar dengan garis pantai pulau.
Pengukuran
dilakukan dengan tingkat ketelitian mendekati centimeter. Dalam penelitian ini
satu koloni dianggap satu individu. Jika satu koloni dari jenis yang sama
dipisahkan oleh satu atau beberapa bagian yang mati maka tiap bagian yang hidup
dianggap sebagai satu individu tersendiri. Jika dua koloni atau lebih tumbuh di
atas koloni yang lain, maka masing-masing koloni tetap dihitung sebagai koloni
yang terpisah. Panjang tumpang tindih koloni dicatat yang nantinya akan
digunakan untuk menganalisa kelimpahan jenis. Kondisi dasar dan kehadiran
karang lunak, karang mati lepas atau masif dan biota lain yang ditemukan di
lokasi juga dicatat.
Cara pemasangan Transek garis (LIT)
Kelebihan
|
Kekurangan
|
Akurasi data
dapat diperoleh dengan baik
|
Membutuhkan
tenaga peneliti yang banyak
|
Data yang
diperoleh lebih banyak dan lebih baik seperti struktur komunitas seperti
persentase tutupan karang hidup/karang mati, kekayaan jenis, dominasi,
frekuensi kehadiran, ukuran koloni dan keanekaragaman jenis dapat disajikan
secara lebih menyeluruh
|
Dituntut
keahlian peneliti dalam identifikasi karang, minimal life form dan sebaliknya
genus atau spesies
|
Struktur
komunitas biota yang berasosiasi dengan terumbu karang juga dapat disajikan
dengan baik
|
Survei
membutuhkan waktu yang lama
|
Peneliti
dituntut sebagai penyelam yang baik
|
|
Biaya yang
dibutuhkan juga relatif lebih besar
|
b. Metode Transek Kuadrat (Quadrat Transek)
Metoda transek
kuadrat digunakan untuk memantau komunitas makrobentos di suatu perairan. Pada
survei karang, pengamatan biasanya meliputi kondisi biologi, pertumbuhan,
tingkat kematian dan rekruitmen karang di suatu lokasi yang ditandai secara
permanen. Survei biasanya dimonitoring secara rutin. Pengamatan didukung dengan
pengambilan underwater photo sesuai dengan ukuran kuadrat yang ditetapkan
sebelumnya. Pengamatan laju sedimentasi juga sangat diperlukan untuk mendukung
data tentang laju pertumbuhan dan tingkat kematian karang yang diamati.
Peralatan yang
dibutuhkan adalah kapal kecil, peralatan scuba, tanda kuadrat 1 m x 1 m dan sudah dibagi setiap 10 cm, kaliper, GPS dan
underwater camera.
Data yang
diperoleh dengan metoda ini adalah persentase tutupan relatif, jumlah koloni,
frekuensi relatif dan keanekaragaman jenis.
Kelebihan
|
Kekurangan
|
· Data
yang diperoleh lengkap dengan mengambar posisi biota yang ditemukan pada
kuadrat, dengan bantuan underwater photo
· Sumber
informasi yang bagus dalam pemantauan laju pertumbuhan, tingkat kematian,
laju rekruitmen
|
· Proses
kerjanya lambat dan membutuhkan waktu lebih lama.
· Peralatan
yang digunakan tidak praktis dan susah bekerja pada lokasi yang berarus
· Metode
ini cocok hanya pada luasan perairan yang kecil
· Sedimen
trap tidak bisa ditinggal dalam waktu lama dan tidak efektif pada daerah yang
berarus
|
c. Metode Manta Tow
Metode Manta Tow adalah suatu teknik
pengamatan terumbu karang dengan cara pengamat di belakang perahu kecil
bermesin dengan menggunakan tali sebagai penghubung antara perahu dengan
pengamat (Gambar 1). Dengan kecepatan perahu yang tetap dan melintas di atas
terumbu karang dengan lama tarikan 2 menit, pengamat akan melihat beberapa
obyek yang terlintas serta nilai persentase penutupan karang hidup (karang
keras dan karang lunak) dan karang mati.
Teknik Manta
Taw
Peralatan
yang Digunakan
Untuk melakukan pengamatan terumbu karang
dengan menggunakan metode Manta Tow ini diperlukan peralatan sebagai berikut :
Kaca mata
selam (masker), Alat bantu pernapasan di permukaan air (snorkel), Alat bantu
renang di kaki (fins), Perahu bermotor (minimal 5 PK), Papan manta (manta board)
yang berukuran panjang 60 cm, lebar 40cm, dan tebal 2 cm, Tali yang panjangnya
20 meter dan berdiameter 1 cm, Pelampung kecil, Papan plastik putih yang
permukaannya telah dikasarkan dengan kertas pasir, Pensil, Penghapus, Stop
watch/jam, Global Positioning System (GPS)
Prosedur Umum Manta Tow
Pengamat
ditarik di antara rataan terumbu karang dan tubir (reef edge), dengan kecepatan
yang tetap yaitu antara 3 ‐ 5 km/jam atau seperti orang yang berjalan lambat.
Bila ada faktor lain yang menghambat seperti arus perairan yang kencang maka
kecepatan perahu dapat ditambah sesuai dengan tanda dari si pengamat yang
berada di belakang perahu. Pengamatan terumbu karang dilakukan selama 2 menit,
kemudian berhenti beberapa saat untuk memberikan waktu bagi pengamat mencatat
data beberapa kategori yang terlihat selama 2 menit pengamatan tersebut ke
dalam tabel data yang tersedia di papan manta. Setelah mendapat tanda dari
pengamat maka pengamatan dilanjutkan lagi selama 2 menit, begitu seterusnya sampai
selesai pada batas lokasi terumbu karang yang diamati.
Kelebihan
|
Kekurangan
|
Mudah
dipraktikan
|
Survey
secara tidak sengaja dapat dilakukan pada lokasi diluar terumbu karang
|
Biaya yang
dibutuhkan tidak terlalu mahal
|
Kemungkinan
ada objek yang terlewatkan
|
d. Metode Transek Sabuk (BELT TRANSECT)
Transek sabuk
digunakan untuk mengambarkan kondisi populasi suatu jenis karang yang mempunyai
ukuran relatif beragam atau mempunyai ukuran maksimum tertentu misalnya karang
dari genus Fungia. Metoda ini bisa juga untuk mengetahui keberadaan karang hias
(jumlah koloni, diameter terbesar, jumlah jenis) di suatu daerah terumbu
karang.
Panjang transek yang digunakan ada 10 m dan
lebar satu m, pengamatan keberadaan karang hias yang pernah dilakukan oleh
lembaga ICRWG (Indonesia Coral Reef Working Group) menggunakan panjang transek
30 m dan lebar dua meter (satu m sisi kiri dan kanan meteran transek).
Pencatatan dilakukan pada semua individu yang menjadi tujuan penelitian, yang
berada pada luasan transek.
Kelebihan
|
Kekurangan
|
Pencatatan data jumlah individu lebih teliti
|
Waktu yang dibutuhkan cukup lama
|
Data yang diperoleh mempunyai akurasi yang cukup tinggi
dan dapat menggambarkan struktur populasi karang
|
Membutuhkan keahlian untuk mengidentifikasi karang
secara langsung dan dibutuhkan penyelaman yang baik
|
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Ekosistem
terumbu karang adalah tempat tinggal bagi ribuan binatang dan tumbuhan yang
banyak diantaranya memiliki nilai ekonomi tinggi. Berbagai jenis binatang
mencari makan dan berlindung di ekosistem ini. Ekosistem terumbu karang juga
merupakan laboratorium alam yang sangat unik untuk berbagai kegiatan penelitian
yang dapat mengungkapkan penemuan yang berguna bagi kehidupan manusia.
2.
keberadaan
terumbu karang di dunia khususnya di indonesia mulai terancam. Di indonesia
persentase perusakan terumbu karang tiap tahunnya menunjukan kenaikan yang
signifikan, dalam kurun waktu 4 tahun (2004-2008) 34% terumbu karang di
indonesia berkondisi sangat buruk, dan ironisnya hanya 3 % terumbu karang yang
dalam keadaan sangat baik.
• Faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan teumbu karang
1) Faktor alam
2) Pengendapan sedimen
3) Aliran air yang tercemar
4) Pemanasan suhu bumi
5) Uji coba militer
6) Eksploitasi yang berlebihan
7) Asal melempar jangkar
• Faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan teumbu karang
1) Faktor alam
2) Pengendapan sedimen
3) Aliran air yang tercemar
4) Pemanasan suhu bumi
5) Uji coba militer
6) Eksploitasi yang berlebihan
7) Asal melempar jangkar
3.
Ancaman
utama terhadap terumbu karang adalah pembangunan daerah pesisir, polusi laut,
sedimentasi dan pencemaran dari darat, overfishing (penangkapan sumberdaya
berlebih), destruktif fishing (penangkapan ikan dengan cara merusak), dan
pemutihan karang ( coral bleaching ) akibat pemanasan global.
4.
Cara
pencegahan untuk mengurangi pencemaran terhadap terumbu karang dapat dilakuakn
dengan dua hal yaitu dengan Zonasi dan Rehabilitasi.
DAFTAR PUSTAKA
Bengen, D. G.
2002. Sinopsis Ekosistem Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut serta Prinsip
Pengelolaannya. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut
Pertanian Bogor, Bogor
Dahuri, R. 2003. Keanekragaman Hayati
Laut. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Dahuri, Rokhim, 1999, Kebijakan
dan Strategi Pengelolaan Terumbu Karang, Lokakarya Pengelolaan dan IPTEK
Terumbu Karang Indonesia, Jakarta.
Suharsono. 1996.Jenis-Jenis
Karang Yang Umum Dijumpai di Perairan Indonesia. Jakarta: LIPI
Supriharyono.
2007. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir dan Laut
Tropis. Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Thamrin. 2006. Karang
( Biologi Reproduksi dan Ekologi ). Minamandiri Pres, Pekanbaru
Anonim. 2008. Faktor-Faktor
Lingkungan yang Mempengaruhi Perkembangan Terumbu Karang (Coral Reef).http://www.ubb.ac.id Diakses 22 November 2014 pukul 21.00
Anonim. 2012. http://nikitakelautan2010.wordpress.com/2012/04/01/ekosistem-terumbu-karang/. Htm, Diakses 22 November 2014 21.25 wib